MAKALAH
Disampaikan
Untuk Memenuhi Tugas Kuliah
Yang
Dipresentasikan Di Seminar Kelas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam
Oleh
:
Joko
Wahyu Sampurno
Muhammad
Syafi
Sekolah
Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim
Jurusan
Manajemen Pendidikan Islam
Surabaya
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kepada kita nikmat yang sempurna,
yaitu nikmat Islam. Bagi-Nya segala puji apa yang di langit dan di bumi, di
dunia hingga akhirat. Bagi-Nya segala syukur atas kebaikan dianugerahkan kepada
semua manusia. Semoga nikmat-Nya selalu diabadikan kepada kita selama-lamanya.
Semoga kita diberi kekuatan untuk bersyukur kepada-Nya.
Pada
kesempatan ini, pemakalah hendak menyajikan “Perguruan Tinggi Tertua Islam”, dengan keterbatasan waktu maupun
referensi dalam menyajikan makalah ini, tentu banyak sekali kekurangan dalam
makalah yang saya buat ini. Sehingga pemakalah memohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kesalahan pemakalah.
Semoga
dapat menambah pengetahuan dan khazanah, Insya Allah.
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewariskan kepada umatnya bukan dengan sebuah harta benda ataupun jabatan,
melainkan dengan warisan keilmuan. Khazanah keilmuan inilah yang dahulu
orang-orang Barat pernah menimba sampai ulama-ulama Muslim kita. Banyak sekali
ulama-ulama terdahulu kita yang mahir dalam bidang medis, astronomi dan lain
sebagainya.
Peran para ulama-ulama tidak lepas dari
perguruan-perguruan tinggi Islam yang banyak dimulai dari halaqah-halaqah di
halaman Masjid. Dari sekian banyak, ada 3 perguruan tinggi tertua Islam yang
masih beroperasi sampai sekarang. Seperti Universitas Al-Azhar, Universitas
Sankore, dan Universitas Al-Qarawiyyin.
Maka akan sedikit ulasan dari 3 perguruan tinggi
Islam tertua tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Dinasti
Fathimiyah dan Universitas Al-Azhar
Fatimiyah,
atau al-Fāthimiyyūn ialah
penguasa Syi’ah yang berkuasa di berbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam
dari 5 Januari 910 hingga 1171. Negeri ini dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu
cabang Syi'ah. Pemimpinnya juga para imam Syiah, jadi mereka memiliki
kepentingan keagamaan terhadap Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini disebut pula
dengan Bani Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti.
Fatimiyah berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia
("Ifriqiya") namun setelah penaklukan Mesir sekitar 971, ibukotanya
dipindahkan ke Kairo. Di masa Fatimiyah, Mesir menjadi pusat kekuasaan yang
mencakup Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman,
dan Hijaz. Di masa Fatimiyah, Mesir berkembang menjadi pusat perdagangan luas
di Laut Tengah dan Samudera Hindia, yang menentukan jalannya ekonomi Mesir
selama Abad Pertengahan Akhir yang saat itu dialami Eropa.
Fatimiyah didirikan pada 909 oleh ˤAbdullāh al-Mahdī
Billa, yang melegitimasi klaimnya melalui keturunan dari Nabi Muhammad
dari jalur Fāthimah az-Zahra dan suaminya ˤAlī
ibn-Abī-Tālib, {Imām Shīˤa pertama. Oleh
karena itu negeri ini bernama al-Fātimiyyūn "Fatimiyah". Dengan
cepat kendali Abdullāh al-Mahdi meluas ke seluruh Maghreb, wilayah yang kini
adalah Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya, yang diperintahnya dari Mahdia,
ibukota yang dibangun di Tunisia. Fatimiyah memasuki Mesir pada 972,
menaklukkan dinasti Ikhshidiyah dan mendirikan ibukota baru di al-Qāhirat
"Sang Penunduk" (Kairo modern)- rujukan pada munculnya planet Mars.
Mereka terus menaklukkan wilayah sekitarnya hingga mereka berkuasa dari Tunisia
ke Suriah dan malahan menyeberang ke Sisilia dan Italia selatan.
Kemajuan Fatimiyah dalam administrasi negara lebih berdasarkan pada kecakapan
daripada keturunan. Anggota cabang lain dalam Islām, seperti Sunni, sepertinya
diangkat ke kedudukan pemerintahan sebagaimana Syi'ah. Toleransi dikembangkan
kepada non-Muslim seperti orang-orang Kristen dan Yahudi, yang mendapatkan
kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan
(pengecualian pada sikap umum toleransi ini termasuk "Mad Caliph" Al-Hakim
bi-Amrillah).
Pada 1040-an, Ziriyah (gubernur Afrika Utara pada masa Fatimiyah)
mendeklarasikan kemerdekaannya dari Fatimiyah dan berpindahnya mereka ke Islām
Sunnī, yang menimbulkan serangan Banū Hilal yang menghancurkan. Setelah 1070,
Fatimiyah mengendalikan pesisir Syam dan bagian Suriah terkena serangan bangsa
Turki, kemudian Pasukan Salib, sehingga wilayah Fatimiyah menyempit sampai
hanya meliputi Mesir.
Setelah terjadi pembusukan sistem politik Fatimiyah pada 1160-an,
penguasa Zengid Nūr ad-Dīn memerintahkan jenderalnya, Salahuddin Ayyubi,
menaklukkan Mesir pada 1169, membentuk Dinasti Ayyubi Sunni. Berikut para
pemimpin Dinasti Fathimiyah :
10. al-Āmir bi-Aḥkām Allāh (1101-1130) Penguasa Fatimiyah di Mesir
setelah tak diakui sebagai Imam oleh tokoh Ismailiyah Mustaali
Taiyabi.
Perjalanan panjang Al-Azhar yang
kini sudah lebih 1000 tahun sejak dibangun pertama kali pada 29 Jumada Al Ula
359 H (970 M) oleh panglima Jauhar Ash Shiqillialu dibuka resmi dan shalat
Jum’at bersama pada 7 Ramadhan 361 H, lembaga besar ini mulanya masjid. Al-Azhar
adalah
salah satu pusat utama pendidikan sastra Arab dan pengkajian Islam Sunni di
dunia dan merupakan universitas pemberi gelar tertua kedua di dunia.
Seiring gelombang pasang surut
sejarah, berbagai bentuk pemerintahan silih berganti memainkan peranannya di
lembaga tertua ini, selain sebagai masjid, proses penyebaran faham Syi’ah turut
mewarnai aktivitas awal yang dilakukan Dinasti Fathimi, khususnya di penghujung
masa khalifah Al Muiz li Dinillah ketika Qodhil Qudhoh Abu Hasan Ali bin Nu’man
Al-Qairiwani mengajarkan fiqh Mazhab Syi’ah, dari kitab Mukhtasyar yang
merupakan pelajaran agama pertama di Masjid Al Azhar pada bulan Shafar 365 H
(Oktober 975 M)
Sesudah itu proses belajar terus
berlanjut penekanan utama pada ilmu-ilmu agama dan bahasa, walaupun tanpa
mengurangi perhatian terhadap ilmu manthiq, filsafat kedokteran dan ilmu falak
sebagai tambahan yang diikutsertakan. Namun semenjak Shalahuddin Al Ayyubi
memegang pemerintahan Mesir (tahun 567 H/1171 M), Al Azhar sempat
diistirahatkan sementara waktu sambil dibentuk lembaga pendidikan alternative
guna mengikis pengaruh Syi’ah. Disinilah mulai dimasukkan perubahan orientasi
besar-besaran dari Mazhab Syi’ah ke Mazhab Sunni yang berlaku hingga sekarang
meski tak dipungkiri paham Syi’ah dari sudut akademis masih tetap dipelajari.
Fase
Reformasi
Pembaharuan Administrasi pertama Al
Azhar dimulai pada masa pemerintahan Sulthan Ad Dhahir Barquq (784 H/1382 M)
dimana ia mengangkat amir Bahadir At Thawasyi sebagai direktur pertama Al Azhar
tahun 784 H/1382 M ini terjjadi dalam masa kekuasaan mamalik di Mesir. Upaya
ini merupakan usaha awal untuk menjadikan Al Azhar sebagai yayasan keagamaan
yang mengikuti pemerintah.
System ini terus hingga pemerintahan
Utsmani menguasai mesir dipenghujung abad 11 H ditandai dengan pengangkatan
“Syaikh Al ‘Umumy” yang digelar dengan Syaikh Al Azhar sebagai figure sentral
yang mengatur berbagai keperluan pendidikan, pengajaran, keuangan, fatwa hukum,
termasuk tempat mengadukan segala persoalan. Pada fase ini terpilih Syaikh
Muhammad Al Khurasyi (1010-1101 H) sebagai Syaikh Al Azhar pertama.
Masa keemasan Al Azhar terjadi pada
abad 9 H (15 M) banyak ilmuan dan ulama Islam bermunculan di Al Azhar saat itu,
seperti Ibnu Khaldun, Al Farisi, As-Syuyuthi, Al ‘Aini, Al Khawi, Abdul Lathif
Al Baghdadi, Ibnu Khaliqon, Al Maqrizi dan lainnya yang banyak mewariskan
ensiklopedi Arab.
Iklim kemunduran kembali hadir
ketika dinasti Utsmani berkuasa di Mesir (1517-1798 M) Al Azhar mulai kurang
berfungsi disertai kepulangan para ulama dan mahasiswa yang berangsur-angsur
meninggalkan Kairo. Kepemimpinan Ali Pasha di Mesir pada tahap berikutnya telah
membentuk system pendidikan yang parallel tapi terpisah, yaitu pendidikan
tradisional dan pendidikan modern sekuler, ia juga berusaha meciutkan perananan
Al Azhar antara lain dengan menguasai badan Wakaf Al Azhar yang merupakan urat
nadinya.
Sejak awal abad 19, system
pendidikan barat mulai diterapkan di sekolah-sekolah Mesir. Sementara Al Azhar
masih saja menggunakan system tradisional. Dari sini muncul sura pembaharuan,
diantara pembaharuan yang menonjolkan adalah dicantumkannya system ujian untuk
mendapatkan ijazah Al ‘Alamiyah (kesarjanaan) Al Azhar pada Februari 1872 M,
juga pada tahun 1896 M, buat pertama kali dibentuk Idarah Al Azhar (Dewan
Adminitrasi). Usaha dari dewan ini adalah membagi masa belajar Al Azhar menjadi
dua periode : pendidikan dasar 8 tahun serta menengah dan tinggi 12 tahun.
Kurikulum Al Azhar ikut diklasifikasi dalam dua kelas : Al ‘Ulum Al Manqulah
(Bidang Study Agama) Al ‘Ulum Al Manqulah (Bidang Study Umum).
Al
Azhar Kini
Pada abad 21, Al Azhar memandang
perlunya system penelitian oleh Universitas di Barat, dan mengirim alumni
terbaiknya untuk belajar ke Eropa dan Amerika. Tujuannya adalah mengikuti
perkembangan ilmiah Internasional sekaligus upaya perbandingan dan pengukuhan
pemahaman Islam yang benar. Cukup banyak duta Al Azhar yang berhasil meraih
gelar Ph.D dari universitas luar tersebut, diantaranya Syekh DR. Abdul Halim
Mahmud, Syekh DR. Muhammad Al Bahy, dan banyak lagi.
Sebelumnya, pada 1930 M, keluar UU
no 49 mengatur Al-Azhar mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi,
dan membagi Universitas Al Azhar menjadi tiga fakultas yaitu : Syari’ah,
Usuluddin, dan Bahasa Arab.
Angin pembaharuan kembali berhembus
pada 5 Mei 1961 M dimasa kepemimpinan Syekh Mahmoud Syalthout. Undang-undang
pembaharuan ini disebut undang-undang revolusi Mesir nomor 103 tahun 1961 M,
undang-undang ini memberikan kemungkinan besar lulusan SD atau SMP Al Azhar
untuk melanjutkan studinya ke SMP atau SMA milik Departemen pendidikan atau
sebaliknya. Dalam lingkup pendidikan tinggi, selain fakultas-fakultas
keIslaman, ditambah pula berbagai fakultas baru seperti : Tarbiyah, Kedokteran,
Perdagangan/Ekonomi, Sains, Pertanian, Teknik, Farmasi, dan sebagainya. Juga
dibangun fakultas khusus putri (Kulliyatul Banat) dengan berbagai jurusan.
Fakultas-fakultas
Saat ini Al Azhar mempunyai 41
fakultas. 19 fakultas berada di Kairo, dan selebihnya tersebar di berbagai
provinsi. Ada sedikit perbedaan antara fakultas Al Azhar putra dan fakultas Al Azhar
putri.
Fakultas Putra di provinsi Kairo:
- Fakultas Bahasa Arab
- Fakultas Dirasat Islamiyah
- Fakultas Teknik
- Fakultas Pertanian
- Fakultas Fakultas Teknik
Pertanian
- Fakultas Kedokteran
- Fakultas Kedokteran Gigi
- Fakultas Farmasi
- Fakultas Sains dan Matematika
- Fakultas Perdagangan
- Fakultas Adab dan Humaniora
- Fakultas Hukum
- Fakultas Ushuluddin
- Fakultas Kejuruan Al Azhar
- Fakultas Media Informasi
- Fakultas Pendidikan
- Fakultas Pendidikan Olahraga
dan Kesehatan
- Fakultas Dakwah
Fakultas Putra di luar provinsi Kairo:
- Fakultas Kedokteran (Dumyat)
- Fakultas Teknik (Qina)
- Fakultas Syari'ah wal Qonun
(Asyut)
- Fakultas Ushuluddin wal Dakwah
(Manshourah)
- Fakultas Ushuluddin wal Dakwah
(Minoufiyah)
- Fakultas Bahasa Arab
(Minoufiyah)
- Fakultas Bahasa Arab (Girja)
- Fakultas Syari'ah wal Qonun
(Tanta)
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Qina)
- Fakultas Bahasa Arab (Zaqaziq)
- Fakultas Sains (Asyut)
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Aswan)
- Fakultas Tarbiyah (Tafahna
Al-Asyraf)
- Fakultas Bahasa Arab (Asyut)
- Fakultas Syari'ah (Damanhur)
- Fakultas Kedokteran Gigi
(Asyut)
- Fakultas Al-Quran dan Qiraat wa
Ulumiha (TANTA)
Fakultas Puteri di provinsi Kairo:
- Fakultas Ekonomi
- Fakultas Psikologi
- Fakultas Farmasi
- Fakultas Kedokteran
- Fakultas Dirasat Islamiyah
- Fakultas Kedokteran Gigi
- Fakultas Sains dan Matematika
- Fakultas Teknik
Fakultas Puteri di luar provinsi
Kairo:
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Alexandria)
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Asyut)
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Sohaj)
- Fakultas Agama Untuk Putri
(Asir Ramadhan)
- Fakultas Agama Untuk Putri
(Thaybah)
- Fakultas Ekonomi Dalam Negeri
(Tanta)
- Fakultas Dirasat Islamiyah
(Manshourah)
Program
Akademi
Pada setiap fakultas di Al Azhar
terdapat 3 program; program S1, S2, dan S3. Program S1 dengan masa kuliah 4
tahun, kecuali pada fakultas Syari’ah dan Hukum Umum yang mempunyai masa kuliah
5 tahun. Lulusan program ini mendapat gelar Licence
(Lc). Ketentuan-ketentuan pada program ini, untuk bisa naik ke tingkat
selanjutnya mahasiswa harus lulus pada setiap mata kuliah atau maksimal dua
mata kuliah yang tertinggal.
Program Master (S2), masa kuliah
program ini hanya 2 tahun, ditambah dua tahun lagi untuk menulis risalah
(thesis) untuk meraih gelar Master of Art
(MA). Persyaratan untuk masuk program ini harus hafal 8 juz Al Qur’an bagi
mahasiswa non Arab, dan 30 juz bagi mahasiswa asal Arab.
Program Doktor (S3), pada program
ini tidak ada masa kuliah lagi. Jadi langsung menulis disertasi untuk meraih
gelar doctor. Tema disertasi juga harus mendapatkan persetujuan dari dosen
pembimbing.
Tokoh,
Alumni dan Karyanya :
Abu al-Qosim al-Manfaluti,
Syamsuddin al-Suyuti, Syihabuddin al-Shuhraqardi, Syamsuddin Ibn Khalkan, Ibn
Daqiq al’sh (ulama fiqh), Ibnu Hisyam (ahli sirah), Taqiyuddin Subkhi Ibn
Makram (penulis Lisanul Arab), Ibn ‘Aqil (ahli Nahwu), al-Balqini, al-Fairuz
Badi (penulis Qamus al-Muhith), al-Maqrizi, Ibn Hajar al-Atsqolani (ahli
Hadits), al-Suyuti, Ibn Ilyas (Sejarahwan).
B.
Universitas Qarawiyyin
Universitas Al-Qarawiyyin
atau Al-Karaouine (transliterasi dari nama lainnya meliputi Qarawiyin,
Kairouyine, Kairaouine, Qairawiyin, Qaraouyine, Quaraouiyine, Quarawin, dan
Qaraouiyn) adalah universitas pertama di dunia yang berlokasi di Fes, Maroko
yang didirikan pada tahun 859. Universitas ini telah dan terus menjadi salah
satu pusat spiritual dan pendidikan terkemuka dari dunia Muslim. Dikisahkan, di
awal abad ke-9 M, ketika Fez masih seperti sebuah dusun, sang penguasa wilayah
itu berdo’a sembari menangis. “Ya Allah, jadikanlah kota ini sebagai pusat
hokum dan ilmu pengetahuan, tempat di mana kitab suciMu al-Qur’an akan
dipelajari dan dikaji.”
Cikal bakal Universitas
Al-Qarawiyyin bermula dari aktivits diskusi yng digelar di masjid itu.
Komunitas Qairawaniyyin masyarakat pendatang yang berasal dari Qairawan,
Tunisia di kota Fez menggelar diskusi itu di emper Masjid Al-Qarawiyyin. Umat
Islam di kota Fez pada abad ke-9 M juga menjadikannya sebagai tempat untuk
membahas perkembangan politik. Lambat laun materi yang diajarkan dan dibahas
dalam diskusi berkembang, tak cuma mengkaji al-Qur’an dan Fiqh saja.
Sejak itulah, aktivitas
keilmuan di Masjid Al-Qarawiyyin berubah menjadi kegiatan keilmuan bertaraf
perguruan tinggi. Jumlah pendaftar yang berminat untuk menimba ilmu di
universitas itu begitu meluber. Sehingga, pihak universitas menerapkan system
seleksi yang ketat bagi para calon mahasiswanya. Seorang calon mahasiswa harus
selesai mempelajari seluruh Al-Qur’an serta menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu
umum.
Universitas tertua di
dunia itu tercatat berhasil mengumpulkan sejumlah risalah penting dari berbagai
disiplin ilmu. Kompilasi manuskrip penting itu disimpan di perpustakaan yang
didirikan oleh Sultan Abu-Annan, penguasa Dinasti Marinid. Beberapa risalah
penting yang tersimpan di perpustakaan antara lain; ‘Mutta of Malik’, ditulis
tahun 795 M; Sirat Ibn Ahmed al-Mansur al-Dhahabi kepada universitas tahun
1602.
Selain itu, perpustakaan
itu juga menyimpan salinan asli buku karya Ibnu Khaldun berjudul ‘Al-Ibar’.
Ilmuwan Muslim terkemuka itu menghadiahkan buku yang dituliskan itu kepada
perpustakaan tahun 1396 M. Universitas Al-Qarawiyyin tercatat sebagai salah
satu perguruan tinggi yang prestisius di abad pertengahan.
Peradaban Barat tampaknya
turut berutang budi kepada Universitas Al-Qarawiyyin. Betapa tidak, di abad
pertengahan perguruan tinggi yang terletak di kota Fez itu memegang peranan
penting dalam pertukaran kebudayaan dan pengetahuan yang berkembang di
universitas tersebut ke Eropa dilakukan melalui sejumlah ilmuwan Muslim yang
mengajar atau belajar di kota Fez.
Para ilmuwan itu antara
lain; filosof dan ahli agama Yahudi, Ibnu Maimun (1135-1204 M) yang dididik
oleh Abdul Arab Ibnu Muwashah di Al-Qarawiyyin; Geografer dan katrografer
(pembuat peta) Al-Idrissi (wafat 1166 M) juga pernah bekerja serta belajar di
universitas ini. Selain itu, sejumlah ilmuwan Muslim lainnyan yang juga sempat
mengajar di perguruan tinggi pertama di dunia itu antara lain; Ibn Al-‘Arabi
(1165-1240), Ibnu Khaldun (1332-1395), Ibnu Al-Khatib, Alpetragius, Al-Bitruji,
dan Ibnu Harazim.
Praktek kuliah di Masjid
Qarawiyyin menggunakan system halaqah. Pelajar pria dan wanita kuliah dalam
tempat terpisah. Mimbar-mimbar masjid sering digunakan pengajar dan ilmuwan
tamu untuk memberikan materi pada saat seminar atau kuliah dengan jumlah
peserta yang banyak. Terdapat puluhan halaqah yang menyebar di berbagai sudut
masjid ini, sesuai dengan mata kuliah dan jadwalnya. Universitas Qarawiyyin pun
sering mengirimkan sejumlah ilmuwannya untuk mentransfer ilmu pengetahuan ke
berbagai universitas di dunia, seperti Universitas Bologna, Universitas
Sankore, Universitas Al-Azhar, dan Universitas Granada.
C.
Universitas
Sankore
Tinta emas
sejarah peradaban Islam mencatat perguruan tinggi yang berada di Timbuktu,
Mali, Afrika Barat, itu selama empat abad lamanya sempat menjelma menjadi
lembaga pendidikan berkelas dunia.
Meski tak setenar Universitas
Al-Azhar di Mesir dan Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko, pada era kejayaan
Islam Universitas Sankore telah menjadi obor peradaban dari Afrika Barat.
Laiknya magnet, perguruan tinggi yang berdiri pada 989 M itu mampu membetot
minat para pelajar dari berbagai penjuru dunia Islam untuk menimba ilmu di
universitas itu.
Pada abad ke-12 saja, jumlah
mahasiswa yang menimba ilmu di Universitas Sankore mencapai 25 ribu orang.
Dibandingkan Universitas New York di era modern sekalipun, jumlah mahasiswa
asing yang belajar di Universitas Sankore pada sembilan abad yang lampau masih
jauh lebih banyak. Padahal, jumlah penduduk Kota Timbuktu di masa itu hanya berjumlah
100 ribu jiwa.
Penulis asal Prancis, Felix Dubois
dalam bukunya bertajuk, Timbuctoo the Mysterious, Universitas Sankore
menerapkan standar dan persyaratan yang tinggi bagi para calon mahasiswa dan
alumninya. Tak heran jika universitas tersebut mampu menghasilkan para sarjana
berkelas dunia.
Universitas Sankore diakui sebagai
perguruan tinggi berkelas dunia. Karena, lulusannya mampu menghasilkan
publikasi berupa buku dan kitab yang berkualitas. Buktinya, baru-baru ini di
Timbuktu, Mali, ditemukan lebih dari satu juta risalah. Selain itu, di kawasan
Afrika Barat juga ditemukan tak kurang dari 20 juta manuskrip.
Jumlah risalah sebanyak itu dengan
tema yang beragam dinilai kalangan sejarawan sungguh sangat fenomenal. “Koleksi
risalah kuno yang ditinggalkan kepada kita di Universitas Sankore membuktikan
daya tarik dan kehebatan institusi pendidikan tinggi itu,” papar Sejarawan
Runoko Rashidi. Menurutnya, fakta sejarah itu sungguh menarik untuk kembali
diungkap.
Jutaan risalah yang dihasilkan para
ilmuwan dan ulama di Universitas Sankore sungguh luar biasa kaya. Baik dalam
gaya, isi, serta menggambarkan kedalaman pengetahuan dan intelektualitas para
pelajar dan sarjananya. “Fakta ini juga mampu mematahkan mitos selama ini yang
menyatakan bahwa masyarakat Afrika lebih dominan dengan budaya tutur,” cetus
Emad Al-Turk, pimpinan dan salah satu pendiri Internasional Museum of Muslim
Cultures (IMMC).
Menurut Emad, temuan jutaan
manuskrip kuno dari Universitas Sankore itu membuktikan bahwa masyarakat Afrika
memiliki budaya baca dan kebudayaan yang sangat tinggi. Apalagi pada abad ke-12
hingga 16 M, fakta membuktikan bahwa perdagangan buku di Mali sangat pesat dan
merupakan bisnis yang menguntungkan. “Itu membuktikan bahwa masyarakat Afrika
Barat sangat gemar membaca dan gandrung pada ilmu pengetahun,” imbuh Emad.
Tingkat keilmuan para alumni Sankore
juga diperhitungkan universitas lain di dunia Islam. “Secara mengejutkan,
banyak sarjana lulusan Universitas Sankore diakui sebagai guru besar di Maroko
dan Mesir. Padahal, belum tentu kualitas keilmuan sarjana lulusan Al-Azhar dan
Al-Qarawiyyin memenuhi standar di Sankore,” imbuh Felix Dubois.
Pada era kejayaan Islam di Timbuktu,
banyak sarjana berkulit hitam terbukti lebih pandai dibandingkan sarjana asal
Arab. Sejarawan terkemuka, Al-Hasan bin Muhammad Al-Wazzan atau Leo Africanus
dalam bukunya, The Description of Africa (1526), mengungkapkan geliat
keilmuan di Timbuktu pada abad ke-16 M.
“Ada banyak hakim, doktor, dan ulama
di sini (Timbuktu). Semuanya mendapatkan gaji yang layak dari Raja Askia
Muhammad. Dia menghormati orang-orang yang terpelajar,” papar Al-Wazzan. Kisah
sukses dan keberhasilan perabadan Islam di benua hitam Afrika yang ditulis Leo,
konon telah membuat masyarakat Eropa terbangun dari jeratan era kegelapan
hingga mengalami Renaisans.
Lalu, bagaimana asal muasal
berdirinya Universitas Sankore? Seperti halnya Universitas Al-Qarawiyyin di
Kota Fez, Maroko, aktivitas keilmuan di Timbuktu juga bemula dari masjid.
Alkisah, pada 989 M, kepala hakim di Timbuktu bernama Al-Qadi Aqib ibnu
Muhammad ibnu Umar memerintahkan berdirinya Masjid Sankore.
Masjid itu dibangun secara khusus
meniru Masjidil Haram di Makkah. Pada bagian dalamnya dibuatkan halaman yang
nyaman. Di masjid itulah kemudian aktivitas keilmuan tumbuh pesat. Seorang
wanita Mandika yang kaya raya lalu menyumbangkan dananya untuk mendirikan
Universitas Sankore dengan tujuan sebagai pusat pendidikan terkemuka.
Perlahan namun pasti, Universitas
Sankore pun mulai berkembang. Universitas ini lalu menjadi sangat dikenal dan
disegani sebagai pusat belajar terkemuka di dunia Islam pada masa kekuasaan
Mansa Musa (1307 M-1332 M) dan Dinasti Askia (1493 M-1591 M). Pada masa itulah,
Sankore menjadi tujuan para pelajar yang haus akan ilmu agama dan pengetahuan
lainnya.
Universitas ini dilengkapi dengan
perpustakaan yang lengkap. Jumlah risalah yang dikoleksi perpustakaan itu
berkisar antara 400 ribu hingga 700 ribu judul. Dengan fasilitas buku dan kitab
yang lengkap itu, para mahasiswa akan belajar sesuai tingkatannya. Jika telah
lulus dari berbagai ujian dan mengikuti pelajaran, para mahasiswa akan diwisuda
dan dianugerahkan sorban.
Sorban itu melambangkan kecintaan
pada Ilahi, kebijaksanaan, moral, dan pengetahuan yang tinggi. Pada zaman
modern ini, para wisudawan diberikan toga. Tingkat paling tinggi yang
ditawarkan Universitas Sankore adalah ‘superior’ (setara PhD), lamanya kuliah
selama 10 tahun.
Ulama dan ilmuwan terkemuka yang
dimiliki Universitas Sankore adalah Ahmad Baba as-Sudane (1564 M-1627 M). Ia
adalah rektor terakhir Universitas Sankore yang menulis 60 buku dengan beragam
judul, termasuk hukum, kedokteran, filsafat, astronomi, matematika, serta ilmu
lainnya.
Ilmuwan dan ulama kenamaan lainnya
yang dimiliki universitas itu antara lain; Mohammed Bagayogo as-Sudane
al-Wangari al-Timbukti mendapat gelar doktor saat berkunjung ke Universitas
Al-Azhar, Mesir; Modibo Mohammed al-Kaburi; Abu al-Abbas Ahmad Buryu ibn Ag
Mohammed ibn Utman; Abu Abdallah; dan Ag Mohammed Ibn Al-Mukhtar An-Nawahi.
Kebebasan intelektual yang dinikmati
di universitas-universitas di dunia Barat pada zaman modern ini, konon telah
terinspirasi oleh Universitas Sankore dan Universitas Qurtuba di Spanyol
Muslim. Tak hanya itu, universitas ini juga menjadi salah satu model perguruan
tinggi yang benar-benar multikultural. Mahasiswa dan beragam latar belakang
etnis dan agama menimba ilmu di Universitas Sankore.
BAB III
PENUTUP
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini.
Pemakalah
berharap warisan keilmuan dapat terus menjadi budaya Islam dan mengembangkan
cabang-cabang ilmu yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar