Memahami
dan Menjelaskan Perkembangan
Supervisi
Disampaikan
untuk Memenuhi Tugas Kuliah
yang
Dipresentasikan Di Seminar Kelas Mata Kuliah Supervisi Pendidikan
Dosen :
Ulil Multazam,
M.Pd.I
Oleh :
Joko Wahyu
Sampurno
Andi Sukarjo
Manajemen Pendidikan
Islam
Sekolah
Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim
Hidayatullah -
Surabaya
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah.
Segala puji hanya milik Allah semata, Tuhan yang telah menciptakan langit dan
bumi beserta isinya, Tuhan yang telah member begitu banyak nikmat kepada kita
sehingga makalah ini bias terselesaikan dengan semestinya. Sholawat dan salam
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW. Semoga kita
mendapat syafaatnya.
Supervisi
merupakan hal yang urgen dalam pendidikan sebab supervisi memiliki peran yang
sangat penting demi meningkatkan kualitas sekolah terkhusus dalam peningkatan
kualitas guru yang berefek pada peningkatan kualitas anak didik.
Supervisi
memilki perkembangan-perkembangan dari masa kemasa, sehingga supervisi pada
masa awal tentu berbeda dengan masa sekarang, namun diantara supervisi-supervisi
tersebut memiliki kelemahan sehingga perlu adanya keterkaitan untuk saling
melengkapi satu dengan yang lain.
Oleh karena
itu, pada makalah ini akan membahas perkembangan supervisi yang di mulai dari supervisi
masa awal atau sejarah supervisi, supervisi ilmiah, supervisi manusiawi, supervisi
masa sekarang dan supervisi yang akan dating atau gambaran/ ramalan tentang
perkembangan supervisi kedepannya.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Supervisi merupakan suatu pembinaan kepada para guru dan pengawas
secara langsung dan efektif. Dalam pelaksanaannya seorang guru dibantu oleh
seorang kepala sekolah dan diarahkan oleh supervisor agar guru itu bisa lebih
baik dalam proses belajar mengajarnya.
Seorang supervisir memberikan petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat kepada guru-guru, untuk mendorong dan membimbing mereka kepada pemecahan masalah-masalah. Dalam hal ini hubungan antara supervisir dan guru-guru bersifat ramah dan konstruktif, didasarkan atas kepentingan bersama dalam segala aspek dari program pengajaran dan pembelajaran yang tanggung jawabnya dipegang bersama, tentang pelaksanaannya juga bersama.
Seorang supervisir memberikan petunjuk-petunjuk dan nasehat-nasehat kepada guru-guru, untuk mendorong dan membimbing mereka kepada pemecahan masalah-masalah. Dalam hal ini hubungan antara supervisir dan guru-guru bersifat ramah dan konstruktif, didasarkan atas kepentingan bersama dalam segala aspek dari program pengajaran dan pembelajaran yang tanggung jawabnya dipegang bersama, tentang pelaksanaannya juga bersama.
Dari uraian di atas, pemakalah akan menjelaskan lebih lanjut
tentang perkembangan supervisi.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami dapat mengambil beberapa pokok permasalahan
yang perlu dibahas, yaitu:
1.
Apa
yang dimaksud supervisi pendidikan ?
2.
Bagaimana
supervisi masa awal ?
3.
Bagaimana
supervisi ilmiah ?
4.
Bagaimana
supervisi manusiawi ?
5.
Bagaimana supervisi masa sekarang ?
BAB II
ISI
A.
PENGERTIAN
SUPERVISI PENDIDIKAN
Secara
terminologi umum, istilah supervisi berarti mengamati, mengawasi, atau
membimbing dan menstimulir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang lain
dengan maksud untuk mengadakan perbaikan. Konsep supervisi didasarkan atas
keyakinan bahwa perbaikan merupakan suatu usaha yang kooperatif dari semua
orang yang berpartisipasi dan supervisor sebagai pemimpin, yang juga bertindak
sebagai stimulator, pembimbing, dan konsultan bagi para bawahannya dalam rangka
upaya perbaikan mutu pendidikan.
Supervisi
pendidikan merupakan suatu usaha mengkoordinasi dan membimbing secara kontinu
pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individu maupun kelompok.
Hakekatnya segenap bantuan yang ditujukan pada perbaikan-perbaikan dan
pembinaan aspek pengajaran.
Supervisi
berasal dari kata “super” artinya lebih atau atas, dan “vision” artionya
melihat atau meninjau. Secara etimologis supervisi artinya melihat atau
meninjau yang dilakukan oleh atasan terhadap pelaksanaan kegiatan bawahannya.
Namun pengertian ini membawa implikasi bahwa seolah-olah supervisi
disamakan dengan pengawasan atau inspeksi yang umum berlaku, terutama dalam
dunia pendidikan. Supervisi pendidikan atau supervisi sekolah di asumsikan
sebagai kegiatan mendeteksi kesalahan dari bawahan dalam melaksanakan perintah
serta peraturan-peraturan dari atasan. Kesalahan dalam melaksanakannya
dipandang sebagai suatu hal yang harus mendapat hukuman atau ganjaran yang
dikenal dengan nama hukuman administrative. Tetapi sebenarnya kegiatan supervisi
itu dilakukan oleh orang tertentu yang disebut dengan supervisor yang pada
hakekatnya juga pemimpin pendidikan untuk menilai kemampuan guru maupun tenaga
kependidikan lainnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, serta melakukan
teguran-teguran atau perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan atau memberikan
solusi terhadap kesulitan-kesulitan yang dialami bawahannya.
Adapun
tujuan dan manfaat dilaksanakannya supervisi pendidikan antara lain:
1.
Membangkitkan dan mendorong semangat guru dan
pegawai administrasi sekolah dan lainnya untuk menjalankan tugas dengan
sebaik-baik nya.
2.
Agar guru serta pegawai administrasi lainnya
berusaha melengkapi kekurangan-kekuranganya dalam penyelenggaraan pendidikan
termasuk bermacam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran
jalannya proses belajar mengajar yang baik.
3.
Bersama-sama berusaha mengembangkan, mencari
dan menggunakan metode-metode baru dalam kemajuan proses belajar mengajar yang
baik.
4.
Membina kerjasama yang harmonis antara
guru,murid dan pegawai sekolah,misalnya dengan mengadakan
seminar,workshop,ataupun training lainnya.
B.
SUPERVISI PADA MASA AWAL
Proses
pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya pendidikan itu
sudah ada sejak manusia itu ada. Sebab dari hakekat manusia kita
sudah tahu, manusia sudah tidak bisa tumbuh dan berkembang oleh
dirinya dan untuk dirinya sendiri. Sejak bayi anak itu sudah
membutuhkan pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar dapat
berkembang dengan baik. Pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh orang
lain dalam lingkungannya, begitu juga menjelang dewasa mereka tetap mendapat
pertolongan dari anggota–anggota masyarakat yang lebih luas untuk meyempurnakan
perkembangannya. Macam-macam pertolongan itu disadari atau tidak oleh
anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu mengembangkan
dirinya.
Pada zaman
Yunani kuno sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum
ada, yang ada ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif
untuk belajar timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu.
Satu-satunya materi yang dibutuhkan untuk dipelajari adalah pelajaran untuk
menulis ini yang terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi. Kemudian pada
tahun 400 sampai 350 tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah
dengan belajar membaca. Jadi yang di pelajari pada waktu itu adalah membaca dan
menulis. Yang mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut
keterampilan untuk melatih para siswa untuk menulis dan membaca.
Pendidikan
mendapat perhatian yang sangat penting ialah pada zaman Sparta.
Pemerintah pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya pendidikan bagi
kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan bertugas mengembangan, mempertahankan,
dan melindungi Negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan timbullah supervisor
yang disebut Paidonomous. Guru dan tutor tidak ada. Yang melatih para siswa
ialah para supervisor itu dengan hak kontrol yang absolut.
Pada zaman
Athena pendidikan lebih maju dan lebih di hargai dari pada zaman-zaman
sebelumnya. Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi dan spesialis.
Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk mendiskusikan sesuatu,
pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul pula. Ahli-ahli pikir yang terkenal
pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kerajaan Romawi
mewarisi kebudayaan Yunani; kesenian, ilmu, dan pendidikan maju dengan pesat.
Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirika sekolah Grammar yang mempelajari
bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau sebagai alat yang ampuh untuk
meningkatkan daya pikir dan logika para siswa. Begitu pula pada zaman ini
perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah dimulai.
Pada zaman
pertengahan disamping sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan
pula Sekolah Membaca dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari
pemerintah untuk memperluas kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman
ini supervisi diberikan kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan
guru-guru sebagai pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman
pertengahan, yaitu supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama.
Supervisi dari pihak negara bertujuan membina sekolah beserta
aktivitas-aktivitasnya agar sejalan dengan keinginan dan garis yang di
berikan oleh negara. Sedangkan supervisi dari pihak agama yang bertugas
dari kalangan agama berkewajiban membina atau mengawasi materi pendidikan agam
dan moral. Kedua macam supervisi ini tidak banyak memperhatikan kualitas
pengajaran dan kondisi pendidikan.
Supervisi
pendidikan pada zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600 mempunyai
tujuan tersendiri sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para Supervisor di beri
tugas oleh para pengelolah pendidikan untuk membantu mencetak ahli-ahli yang
sanggup mengadakan pertentangan suci kepada para filosuf dan ahli teologi
Katolik.
Sejalan dengan
perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat
pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17 mula-mula banyak
pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya sekolah-sekolah
tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang,
tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan
nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin
dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala sekolah.
Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang sudah
senior/professional saja yang di beri tanggung jawab untuk melaksanakan
supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad
ke-19, para supervisor dan kepalah sekolah yang senior/professional ini tidak
dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah. Akhirnya supervisi
di serahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utam mereka tetap
mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervisi adalah
sebagai tugas terakhir.
Berikut supervisi
abad ke-18 dan abad ke 19[1]
1.
Supervisi
pada abad ke-18
Supervisi
pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau
anggota-anggota badan pendidikan mereka ini di angkat karena kemahiran-kemahiranya
akan metode-metode mengajar. Pada waktu-waktu tertentu mereka datang
berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka melakukan
inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur bagi mereka.
Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian guru-guru itu
mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang du buat oleh para guru.
Namun
para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bag kepentingan
atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar
atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru
sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan
standar yang harus di lakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah
apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan dan standar itu atau
belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya
mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri.
Nampaknya kreatif guru juga kurang dihargai.
2.
Supervisi
pada abad ke-19
Abad
ke-18, pengetahuan dibidang metodologi penelitian pengajaran di beri
tugas mengawasi sekolah saja, akan tetapi pada abad ke-19 kedudukannya sudah
meningkat. Mereka secara resmi di katakan supervisor sekolah. Mereka pada umumnya
adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat di
samakan dengan kantor perwakilan departemen pendidikan dan kebudayaan, baik di
tingkat provinsi, kabupaten maupun kecamatan. Hal ini
disebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang
professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat
professional.
C.
SUPERVISI ILMIAH DAN MANUSIAWI
1.
Supervisi
Ilmiah
Revolusi
teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19 membuat
perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan pada juga dunia
pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak
manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of Scientific
Management” (Robins, 1982 hal.36)
prinsip-prinsip manajemen tersebut adalah[2] (1)
Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah (2) Seleksi dan
latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, (3) Kerja sama manajemen dengan
pekerja mengikuti metode ilmiah, dan (4) Ada kesamaan antara manajer dan
pekerja. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat di pahami bahwa manajemen ilmiah
menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan jelas
dan dan dengan cara yang sudah di pahami secara jelas pula. Sejalan dengan
prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan struktur
organisasi yang dia sebut birokrasi dengan cirri-ciri sebagai berikut (hoy,
1987 hal. 52): (1) Spesialisasi, (2) Orientasi Imperonal, (3) Hirarki Otoritas,
(4) Peraturan-peraturan dan (5) Orientasi prestasi kerja.
Organisasi
pendidikan pada waktu itu diwarnai oleh prinsip-prinsip tersebut.
Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan yang ketat, tugas-tugas tadi buat
secara mendetail dan sejelas mungkin, komunikasi di atur menurut garis yang
sudah di tentukan, kontrol diadakan terhadap cara bekerja dengan prestasi,
kerja menurut kriteria tertentu dan hubungan atasan dengan bawahan
menjadi fomal. Supervisi sebagai sub system pendidikan sudah tentu mengikuti
prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini tugas supervisi dikhususkan pada
pembinaan guru-guru. Supervisor berpegang pada tujuan sekolah,
koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru dengan segala aktivitasnya yang
sudah di tentukan kualitasnya secara jelas. Sebelum muncul manajemen ilmiah
tidak ada ketentuan yang pasti atau patokan yang bisa di pakai pegangan oleh
para supervisor. Kini mereka mengontrol segalah aktivitas yang dilakukan oleh
guru-guru, mencocokan dengan jadwal kerja, metode mengajar, kepribadian
dengan peraturan yang sudah di gariskan. Mencocokan prestasi kerja atau hasil
belajar pra siswa dengan standar prestasi yang sudah di sediakan. Serta member
insentif kepada guru-guru yang berprestasi.
Supervisor
berusaha meningkatkan cara bekerja guru-guru. Mereka di beri gambaran tentang kuaifikasi
guru yang di cita-citakan. Mereka dimotivasi dan di himbau untuk mengejar
cita-cita itu. Suatu cita-cita tentang perilaku, ketrampilan dan cara kerja
yang sudah jelas wujudnya. Salah satu alat untuk memacu mengejar
cita-cita adalah dengan insentif. Insentif itu dapat berupa materi, promosi dan
penghargaan sosial.
Tugas
utama supervisor ilmiah adalah mencari undang-undang atau peraturan dan
melaksanakan peraturan-peraturan tersebut kepada guru-guru (Lucio, 1979 hal
8-9). Hal ini masuk akal sebab organisasi sekolah melakukan semua
operasinya berupa administrasi sekolah tidak boleh melakukan administrasi di
luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan. Begitu pula mengenai administrasi
yang menyangkut aktivitas guru-guru atau cara-cara guru mengajar siswanya tidak
boleh menyimpang dari undang-undang tentang perilaku guru, hubungan guru dengan
siswa dan cara guru membimbing siswa belajar.
Contoh
undang-undang atau pearaturan-peraturan yang dicari antara lain:
a.
Berapa
jam belajar teori perminggu dan berapa jam praktek.
b.
Metode-metode
mengajar mana yang cocok dipakai di kelas siswa yang memiliki kemampuan
rendah dan metode yang mana cocok di pakai untuk kelas yang memiliki kemampuan
lebih.
c.
Kecocokan
metode mengajar dengan bidang studi
d.
Bagaimana
prosedur belajar dan mengajar yang baik
e.
Macam-macam
alat evaluasi yang di perlukan dan seterusnya.
Tidak
ada hak bagi guru dan supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang,
tetapi bukanlah undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan
utama pendidikan adalah perkembangan peserta didik itu sendiri.
Supervisi
ilmiah mempunyai kaitan dengan supervisi spesialis. Sebab supervisi ilmiah
diilhami oleh revolusi industri yang sangat memperhatikan
pengkhususan-pengkhususan dan diperkuat prinsip spesialisasi Weber. Jadi
supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu ada supervisor-supervisor
spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang diadakan pada waktu itu
masih terbatas, mugkun karena diferensiasi bidang studi belum sebesar sekarang.
Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu ialah (lucio, 1979 hal.
6):
Ø Spesialis atau kepala bidang studi bahasa
Ø Spesialis atau kepala bidang studi matematika
Ø Spesialis atau kepala bidang studi ilmu sosial
Ø Spesialis atau kepala bidang studi sains
Dengan
adanya supervisor spesialis ini timbullah problem dengan kepala sekolah dalam
menangani bidang studi tertentu di sekolah. Problem itu berupa kesulitan
menentukan otoritas, otoritas, fungsi dan prosedur kerja. Siapakah diantara
keduanya lebih berwewenang menangani guru-guru apakah prosedur kerja yang
ditempuh oleh keduanya sama.
John D. McNeil (1982) , menyatakan bahwa terdapat empat pandangan
mengenai supervisi ilmiah sebagai berikut :[3]
Pertama, supervisi ilmiah dipandang sebagai kegiatan supervisi yang
dipengaruhi oleh berkembangnya manajemen ilmiah dalam dunia industri. Menurut
pandangan ini, kekurang berhasilan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi
kejelasan pengaturan serta pedoman- pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh
karena itu, melalui pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh
penelitian, agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat.
Kedua, supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian
ilmiah dan metode pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian
permasalahan yang dihadapi guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru
bersama-sama mengadopsi kebiasaan eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru
serta mengamati hasilnya dalam pembelajaran.
Ketiga, supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic ideology.
Maksudnya setiap penilaian atau judgment terhadap baik
buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan
analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap
problem pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus
mengumpulkan data yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran
yang dihadapi guru atas dasar data yang dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan
terhadap ideologi demokrasi, di mana seorang guru sangat dihargai keberadaannya,
serta supervisor menilai tidak atas dasar opini semata.
Keempat, pandangan tersebut tentunya sampai batas tertentu saat ini
masih relevan untuk diterapkan. Pandangan bahwa guru harus memiliki pedoman
yang baku dalam mengajar, perlu juga dipertimbangkan. Demikian pula pendapat
bahwa guru harus dibiasakan melakukan penelitian untuk memecahkan problem
mengajarnya secara ilmiah, dapat pula diadopsi. Pandangan terakhir tentunya
harus menjadi landasan sikap supervisor, di mana ia harus mengacu pada data
yang cukup untuk menilai dan membina guru.
2.
Supervisi
Manusiawi
Pada
tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang di berikan
secara otoriter dari para administrator sekolah. Mereka tidak setuju
kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan. Hasil
studi Hawthrone (Hoy 1979 hal.9) menunjukan sosial para pekerja
(guru-guru) yang baik akan meningkatakan keakraban kerja. Kelompok ini
akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan kesensitivannya
yang semuanya memberi efek kepada perfomannya. Para penganut aliran ini
tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan. Mereka percaya
bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama mempunyai kemauan dan
bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan. Guru-guru perlu dihormat.
Dan hubungan baik secara vertical maupun secara horizontal di sekolah perlu
dikembangkan.
Dengan
demikian diharapkan guru-guru akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif
bagi peserta didik.
Tugas
supervisor bukanlah mencari undang-undang atau peraturan yang akan dilaksanakan
di sekolah serta mengontol guru agar menepati undang-undang itu. Tugas
supervisor bukan menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing mereka. Supervisi
adalah suatu proses pengembangan kompetensi guru secara maksimum sesuai dengan
tingkat kemampuannya, sehingga mencapai tingkat efisiensi kerja yang lebih
tinggi. Mereka di dorong untuk berkembang, mereka dimotivasi untuk
berinisitif, mereka diajak berpartisipasi menentukan kebijakan sekolah.
Pandangan, pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan. Dengan demikian
tugas supervisor adalah (1) Menciptakan iklim sekolah yang santai dan (2)
memperluas partisipasidi kalangan personalia sekolah (Lucio 1979 hal.11), disamping tugas memperbaiki staf pengajar. Yang di
maksud dengan iklim sekolah yang santai suatu iklim yang tidak tegang akibat
control yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat,
melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin
bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
Model
supervisi ini menunjukan adanya kepemimpinan bersama diantara personalia
sekolah dengan cara berpartisipasi bersama untuk memajukan pengajaran. Hal ini
bisa dicapai dengan efektif, bila ada kemampuan pada masing-masing personalia
sekolah untuk menganalis diri sendiri, Syarat ini sulit dicapai mengingat
keterbatasan-keterbatasan individu, tidak semua individu mempunyai kemampuan
melaksanakan hal itu pada dirinya.
D.
SUPERVISI MASA SEKARANG DAN AKAN DATANG
1.
Supervisi
masa sekarang
Supervisi
ini mempunyai cirri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas
pemahaman kepemimpinan yang berbobot (Neagly, 1980 hal.1). Lebih jauh
karakteristik supervisi modern dikatakan sebagai berikut.[4]
Pertama, menciptakan
dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf.
Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan
supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut
aktivitas-aktivitas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kedua ialah
demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti
dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Ketiga adalah
komprensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah
untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi
untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini
dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa
mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia sudah
biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara yang monoton
misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar
dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ketingkat yang paling tinggi.
Supervisi
yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam
melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol,
mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu.
Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar memberi hasil yang
baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitori guru-guru agar
tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan,
memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru, tidak
pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan
preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah. Hal ini dilakukan
dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi itulah sebabnya mengapa
supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif.
Secara
historis mula-mula diterapkan konsep supervisi yang tradisional, yaitu
pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan menemukan
kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional
ini disebut snooper vision, yaitu tugas yang memata-matai
untuk menemukan kesalahan. Konsep seperti ini menyebabkan guru-guru menjadi
takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut dipersalahkan.[5]
Mark
membuat perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia
kutip dari Burton dan Brueckner (1978 hal. 12)
Supervisi
tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung dan
berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter dan (6)
biasanya satu orang. Sedangkan supervisi modern ialah (1) pragamatis dan
menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan
lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan
organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5) memotivasi dan bekerja sama,
dan oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud dengan supervisi
yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik terakhir dari supervisi
modern menurut pandangan Neagley.
Sergiovani membedakan supervisi tradisional dengan supervisi modern dari segi
perlakuan terhadap personalia sekolah yang dia sebut sebagai variable
perantara (mediating variables). Supervisi tradisional tidak memakai variable
ini sealiknya supervisi modern menggunakannya dan lebih berhasil.
Ada
tiga variable dalam hubungan dengan supervisi pendidikan. Variabel-variabel
tersebut ialah Variable Awal (Initiating Variables) yang mencangkup:
a.
Supervisor
yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan dan dirinya sendiri
b.
Pola-pola
perilaku administrasi dan supervisi
c.
Elemen-elemen
struktur organisasi
d.
Sistem
otoritas
e.
Tujuan
sekolah dengan pola untuk mencapainya
Variabel kedua ialah variable perantara yang mencangkup:
a.
Sikap
guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar hubungan mereka
b.
Tingkat
kepuasan bekerja
c.
Komitmen
staf terhadap tujuan sekolah
d.
Gambaran
tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru
e.
Tingkat
kesetian guru-guru
f.
Kepercayaan
dan keakraban antar personalia sekolah
g.
Kemauan
untuk mengontrol kepercayaan trsendiri
h.
Fasilitas
untuk berkomunikasi
Variabel yang ketiga ialah variable kesuksesan sekolah yang
mencakup:
a.
Tingkat
performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya
b.
Tingkat
performan para siswa
c.
Tingkat
perkembangan dan pertunbuhan para siswa
d.
Peningkatan
organisasi personali sekolah
e.
Laju
presensi dan absensi staf
f.
Laju
absensi dan drop out para siswa
g.
Kualitas
hubungan sekolah dengan masyarakat
h.
Kualitas
hubungan personalia sekolah
Dikatakan
lebih lanjut bahwa supervisi tradisional hanya mengejar kesuksesan jangka
pendek saja, dengan bertitik tolak pada variable awal tanpa mengihiraukan
variable perantara. Itulah sebabnya kesuksesan mudah lenyap sebab semangat
pelaksana-pelaksananya mudah memudah.[6]
Menyadari
kelemahan supervisi tradisional tersebut, maka supervisi modern meletakan
kunci pengeerakanya pada organisasi personaliannya yaitu para pelaksana yang
dikatakan sebagai variable perantara, walaupun diakui bahwa variable ini
juga di pengaruhi dan ditentukan oleh variable awal. Variable yang
terdiri dari sikap, kepuasan bekerja, komitmen, kesetiaan dan sebagainya
merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya di
sekolah.
Dari
uraian dapat disimpulkan bahwa supervisi modern adalah supervisi yang
memperhatikan antara hunbungan personalia sekolah, menghargai dan menghayati
kepribadian, bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Penghargaan dan
pengetahuan ini merupakan suatu strategi dalam membina profesi mereka sebagai
pendidik, yang dilakukan dengan metode intelegensi praktis yang bersifat
demokratis. Supervisi dilakukan dengan cara komprehensif, yaitu dengan
cara menyamakan prinsip-prinsip yang di pakai dalam proses belajar mengajar dan
prinsip-prinsip materi dengan baik secara vertical maupun secara horizontal.
2.
Supervisi
masa akan datang
Ada
beberapa ramalan tentang bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan
datang. Yang bisa di kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari
sudut professional guru, sedang lain meninjau dari sudut politik negara.
Atau yang satu melihat kecenderungan supervisi terpusat pada pengembangan
profesi pendidik, yang lain melihat kecenderungan itu bertitik pusat pada
politik negara.
Kecenderungan-kecenderungan
supervisi yang baru dan mungkin yang terus berkembang pada masa akan datang
dalam membina para guru disebabkan oleh perkembangan oleh perkembangan
ilmu dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan
membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
Untuk
mencapai maksud di atas membutuhkan tipe supervisi yang baru (Marks, 1978, h.
94). Supervisi tersebut lebih mememusatkan dari pada pengembangan profesi dan
bakat guru serta memanfaatkannya untuk kepentingan kemajuan pendidikan daripada
memberi konsultasi langsung kepada guru-guru, membina agar mereka bisa memimpin
diri sendiri, tidak bergantung kepada pengarahan dari luar, dan percaya kepada
sumber-sumber pendidikan yang diperoleh sendiri. Supervisor juga menanamkan
pengertian program sekolah yang baru kepada guru-guru dalam usaha menyiapkan
para siswa menghadapi kehidupan yang semakin keras.
Sementara
Marks nampak membatasi diri pada dunia pendidikan (1979, h.18) rupanya
menghubungkan pendidikan dengan situasi dunia sekarang, khususnya dalam bidang
politik, Lucia melihat kecenderungan-kecenderungan sekolah pada masa yang akan
datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang pendidikan
merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta memajukan nusa dan
bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan situasi dunia yang penuh
dengan usaha merebut pengaruh dan persaingan kekuatan di antara dua negara
raksasa. Pemerintah memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar
anggota masyarakat yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara,
berdiri sendiri, dan tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila
demikian halnya, maka supervisor akan berada diantara sebagian alat Negara dan
dan sebagai professional. Karena itu disarankan peranan supervisor sebagai
berikut:
a.
Sebagai
perantara dalam menyampaikan minat para siswa, orag tua dan program sekolah
kepada pemerintah dn badan-badan lain.
b.
Memonitor
penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
c.
Merencanakan
program untuk populasi pendidikan yang baru.
d.
Mengembagkan
program yang baru untuk jabatan baru yang mungkin muncul.
e.
Mengkombinasikan
program yang di ajukan pemerintah, perdagangan dan industri
f.
Menilai
dan meningkatkan pengertian gaya kehidupan
g.
Memilih
inovasi yang konsisten dengan masa yang akan datang.
Ramalan
yang sifatnya menjangkau terlalu jauh kepada masa yang akan datang seringkali
tidak tepat. Pengajaran dengan mesin yang diramalkan pada tahun 1960-an
akan menguasai dunia pendidikan, ternyata hal itu tidak terjadi sampai sekarang
(Robbins, 1982 hal.152). Oleh sebab itu membuat
ramalan dalam bidang supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu
menjangkau terlalu kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun)
merumuskan model supervisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan
pengalaman-pengalaman yang lampau dan antisipasi satu pelita. Model ini pula
dapat di revisi.
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Pada abad ke-18
tugas supervisor hanya sebatas mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah
melaksanakan aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata guru
melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan
bagaimana memperbaiki diri dan kreatif guru juga kurang dihargai.
Pada abad ke-19
tugas para supervisor tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru,
dan tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan
individualitas guru.
Pada masa
sekarang supervisi lebih berkonsentrasi untuk menciptakan dan mempertahankan
antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini
merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi. Sebab
supervisi merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu
didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kecenderungan
supervisi pada masa yang akan datang dan mungkin yang terus berkembang dalam
membina para guru disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang
begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan membuat dunia beserta
masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
B.
Penutup
Demikian
makalah ini kami buat, semoga dapat di jadikan sebagai baha refrensi guna
menambah wawasan terkait pendidikan. Semoga bermanfaat.
[1]Liestanti
Anexia, Supervisi Pendidikan dari Masa ke Masa. http://makalah-listanti.blogspot.com/2012/05/supervisi-pendidikan-dari-masa-ke-masa.html, diakses
pada tanggal 4 Oktober 2015, jam 05:00.
[3]DeNovoIdea.
2009. SUPERVISI PENGAJARAN: Antara Konsep dan Praktik. http://denovoidea.wordpress.com/2009/02/23/supervisi-pengajaran-antara-konsep-dan-praktik/. Diakses
pada tanggal 4 Oktober 2015. Jam 05:00.
[4] Liestanti Anexia, Supervisi Pendidikan dari Masa ke Masa. http://makalah-listanti.blogspot.com/2012/05/supervisi-pendidikan-dari-masa-ke-masa.html, diakses pada
tanggal 4 Oktober 2015, jam 05:00.
[5] Piet A
Sahartian. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. 2008.Jakarta
: Rineka Cipta. Hal 16
[6] Ibid. Hal
35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar