MAKALAH
TADRISUL QUR’AN
“
THE POWER OF DAKWAH ”
(Kewajiban
Mensyiarkan Ajaran Islam Al – Mudatsir 1 – 7)
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah Tadrisul Qur’an
Dosen
Pengampu : Ahmad Fathoni, S. Pd. I.
Disusun
Oleh :
Nur Adliyah
Nurul
Syamsiah
Nur
Samawati
Santi
Dewi Arfani
Sri
Wahyuni
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL HAKIM
SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Masalah
Dakwah secara umum dapat diberi
pengertian sebagai upaya untuk menyeru kepada keridhaan Allah SWT. Berdasarkan
hal ini dapat ditafsirkan bahwa Dakwah merupakan suatu usaha guna meningkatkan
harkat kehidupan manusia dalam lingkungan yang mengitarinya, baik secara
rohaniah maupun jasmaniah. Intinya, untuk meraih kesejahteraan.
Kata
lainnya, dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada
Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan
sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah
kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif
yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan
menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau
pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Inilah yamg akan di bahas dalam makalah ini seruan untuk
berdakwah yang tertulis dalam surat Al – Mudatsir 1-7 yang berisi “Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan
selimutnya dan bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk
Islam”.
Dari penjelasan di atas tadi
semuanya akan terurai dan terangkum dalam berbagai dakwah secara sembunyi
maupun terang terangan yang diperuntukan untuk masyarakat baik pada zaman
Rasullulah SAW sampai zaman modern saat ini beserta pengaruhnya dalam peradaban
islam saat ini .
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Sejarah Turunnya Surat Al- Mudatsir
1 – 7
a. Kondisi
Lingkungan Masyarakat
Allah selalu mengirim
rasul kepada tiap-tiap umat, sejak Nabi Adam as. Sampai Nabi Muhammad saw
(lihat surat Yunus ayat 47, surat al-Nahl ayat 36, surat Fathir ayat 24).
Adapun sebelum diutunya Nabi Muhammad saw, maka terjadilah “fatratun minar
rasul”, maksudnya masa yang kosong dari rasul, sebagaiman disebutkan dalam
surat al-maidah ayat 19,dan pada masa lalu telah datang beberapa orang nabi dan
rasul yang waktunya hampir dan bahkan bersamaan, seperti Nabi Musa dan Nabi
Harun, Nabi dawud dengan Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail, dan
Nabi Zakariya dengan Nabi Isa.
Setelah kurang lebih 571 tahun manusia mengalami masa kekosongan dari keberadaan nabi dan rasul, khususnya masyarakat Arab, maka diutuslah Rasulullah saw. Adapun bangsa Arab, pada dasarnya mereka mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, tetapi setelah ditinggal Nabi Ibrahim sedemikian lamanya, maka bangsa itu makin lama makin menyimpang dari ajaran Ilahi. Dan sebelum datangnya Nabi Muhammad saw, bangsa Arab mengalami suatu masa yang disebut “Jahiliyah”. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai kemungkaran lainnya. Namun semua perbuatan pada masa jahiliyah itu hilang seraya dengan kedatangan Rasulullah dengan cara dakwah Rasulullah yang bijaksana , maka tercatatlah perkembangan orang-orang yang memeluk agama Islam, yaitu sebagai berikut:
Setelah kurang lebih 571 tahun manusia mengalami masa kekosongan dari keberadaan nabi dan rasul, khususnya masyarakat Arab, maka diutuslah Rasulullah saw. Adapun bangsa Arab, pada dasarnya mereka mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, tetapi setelah ditinggal Nabi Ibrahim sedemikian lamanya, maka bangsa itu makin lama makin menyimpang dari ajaran Ilahi. Dan sebelum datangnya Nabi Muhammad saw, bangsa Arab mengalami suatu masa yang disebut “Jahiliyah”. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai kemungkaran lainnya. Namun semua perbuatan pada masa jahiliyah itu hilang seraya dengan kedatangan Rasulullah dengan cara dakwah Rasulullah yang bijaksana , maka tercatatlah perkembangan orang-orang yang memeluk agama Islam, yaitu sebagai berikut:
- Tahun pertama Bi’tsah
(masa diutusnya Rasulullah saw), telah masuk Islam: Khadijah, Waraqah, Abu
Bakar, Zaid, Bilal dan Salman.
- Tahun kelima hingga
ketujuh Bi’tsah, orang yang telah masuk Islam serta hijrah ke Abessina yang
pertama kali adalah 14 orang, dan mereka termasuk orang-orang yang jiwa
Islamnya sangat militan.
- Waktu hijrah Abessina
kedua, jumlah mereka yang turut serta adalah 48 orang.
- Tahun kedua belas hingga ketiga belas Bi’tsah, terjadi bai’at ‘Aqabah I yang diikuti 12 orang.
- Pada bai’at ‘Aqabah kedua yang turut serta dalam bai’at berjumlah 70 orang.
- Pada tahun Hijrah pertama, yang turut hijrah ke Madinah berjumlah lebih dari 200 orang.
- Tahun kedua hingga ketiga Hijrah, sejumlah 313 orang pasukan Islam telah mengalahkan 950 orang pasukan kafir Makkah.
- Tahun kedua belas hingga ketiga belas Bi’tsah, terjadi bai’at ‘Aqabah I yang diikuti 12 orang.
- Pada bai’at ‘Aqabah kedua yang turut serta dalam bai’at berjumlah 70 orang.
- Pada tahun Hijrah pertama, yang turut hijrah ke Madinah berjumlah lebih dari 200 orang.
- Tahun kedua hingga ketiga Hijrah, sejumlah 313 orang pasukan Islam telah mengalahkan 950 orang pasukan kafir Makkah.
- Tahun ketiga Hijrah,
dalam perang Uhud, tentara kafir berjumlah 3000 orang tak mampu mengalahkan
pasukan Islam yang berjumlah 700 orang personil.
- Tahun kedelapan
hingga kesepuluh Hijrah, pasukan Islam sebanyak 10.000 orang telah berhasil
menaklukan kota Makkah dan mengalahkan pasukan kafir.
- Tahun kesepuluh
Hijrah, dalam perang Hunain, pasukan Islam berjumlah 12.000 orang personil.
- Pada tahun yang sama, dalam perang Tabuk, pasukan Islam berjumlah 30.000 orang personil.
- Pada tahun kesebelas Hijrah, yang mengikuti haji wada’ bersama Rasulullah saw adalah 90.000 sahabat.
- Pada tahun yang sama, dalam perang Tabuk, pasukan Islam berjumlah 30.000 orang personil.
- Pada tahun kesebelas Hijrah, yang mengikuti haji wada’ bersama Rasulullah saw adalah 90.000 sahabat.
- Menjelang Rasulullah
wafat, jumlah sahabat yang pernah mendengar, melihat atau turut meriwayatkan
hadits dari beliau jumlahnya tak kurang dari 114.000 orang.
- Dan Rasulullah saw
wafat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun sebelas Hijrah, yang bertepatan dengan
tanggal 7 Juni 632 M. dari gambaran tersebut, jelas telah terjadi suatu
perubahan sosial yang sangat drastis yaitu dari masyarakat yang sanagat menentang dakwah
islam menjadi suatu masyarakat yang sangat ideal dan menjadi umat percontohan bagi para arsitek yang
hendak membangun masyarakat islam sepanjang masa
b.
Latar Belakang Turunnya Ayat
Ketika
Rasulullah SAW pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan mencarinya, namun
tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta isterinya untuk menutupinya
dengan selimut. Kemudian turunlah surat al-Muddatsir yang secara singkat dapat
diungkap sebagai berikut:
1. Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya
dan bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam,
khusunya untuk melaksanakan hal-hal berikut:
- Mengagungkan nama Allah.
- Mensucikan diri lahir dan batin.
- Menjauhi perbuatan dosa dan noda.
- Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
- Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan menyembah Allah Ta’ala (ayat 1-7)
- Mengagungkan nama Allah.
- Mensucikan diri lahir dan batin.
- Menjauhi perbuatan dosa dan noda.
- Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
- Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan menyembah Allah Ta’ala (ayat 1-7)
2.
Hari Kiamat merupakan saat
yang sulit, khusunya bagi orang-orang kafir.Maka biarkanlah mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan
anak dan keturunannya seraya menentang ajaran Islam dan munudh Nabi saw sebagai
tukang sihir. Dan sesungguhnya mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka saqar. Setiap insan itu tidak akan dapat
terbebas dari catatan amal perbuatan selama
hidupnya, dan sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan memperoleh
kebahagiaan di surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau melaksankan shalat
serta tidak mau beramal shalih dan mereka mengucapkan kata-kata kotor serta
mendustakan agama, maka sesungguhnya mereka itu akan masuk ke dalam neraka
saqar.
c.
Waktu dan Tempat Turunnya Ayat
Rasulullah
SAW berkata kepada kami : ` Sesungguhnya aku berdiam diri di gua hira`. Maka
ketika habis masa diamku, aku turun dan aku telusuri lembah. Aku lihat kemuka,
kebelakang, kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangit, kemudian aku melihat
jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah
memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ` Wahai orang
yang berselimut; bangkitlah lalu berilah peringatan.kemudian turunlah surat al
mudatsir
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (7)
1). Hai orang yang berkemul (berselimut),
2). Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3). Dan Tuhanmu agungkanlah! 4. Dan
pakaianmu bersihkanlah, 5). Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6). Dan janganlah
kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7). Dan
untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.(QS.Al-Mudatsir-1-7)
Dari keterangan diatas sudah jelas bahwa
waktu turunnya ayat
ini ketika Rasullullah SAW menyelimuti
dirinya dan tempatnya adalah di rumah Rasullullah SAW
II.
Kandungan dan Makna Surat Al –
Mudatsir
a. Terjemah
dan Pesan Ayat
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ, قُمْ فَأَنذِرْ,يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ , وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ , وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
Artinya:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. dan Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan janganlah kamu memberi (dengan
maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah)
Tuhanmu, bersabarlah.
Kajian yang
terkandung/ Kandungan Makna:
Ketika
Rasulullah saw pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan mencarinya,
namun tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta isterinya untuk
menutupinya dengan selimut. Kemudian turunlah surat al-Muddatsir yang secara
singkat dapat diungkap sebagai berikut:
Allah
menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan bergegas menyerukan
dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam, khusunya untuk melaksanakan
hal-hal berikut:
·
Mengagungkan
nama Allah.
·
Mensucikan
diri lahir dan batin.
·
Menjauhi
perbuatan dosa dan noda.
·
Memperbanyak
sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
·
Memperteguh
tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan
menyembah Allah.
Hari
Kiamat merupakan saat yang sulit, khusunya bagi orang-orang kafir.Maka
biarkanlah mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan anak dan keturunannya
seraya menentang ajaran Islam dan munudh Nabi saw sebagai tukang sihir. Dan
sesungguhnya mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka saqar. Setiap insan itu
tidak akan dapat terbebas dari cacatan amal perbuatan selama hidupnya, dan
sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan memperoleh kebahagiaan di
surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau melaksankan shalat serta tidak mau
beramal shalih dan mereka mengucapkan kata-kata kotor serta mendustakan agama,
maka sesungguhnya mereka itu akan masuk ke dalam neraka saqar. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab
memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan
kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang
rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan
minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai
kemungkaran lainnya. Namun, meskupun zaman Jahiliyah terkenal dengan berbuatan
yang jelek,toh sebenarnya masa itu terdapat beberapa kepercayaan dan kebiasaan
yang baik, seperti menghormati bulan-bulan haram, menghormati Ka’bah, melakukan
haji, bermurah hati dalam menghormati tamu dan lain-lain.
Pesan Ayat :
·
Perintah untuk mulai berda´wah mengagungkan
Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas
dan bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
b. Kewajiban
Mensyiarkan Agama Islam
1.
Dakwah Kepada
Diri Sendiri dan Keluarga
“Semut di seberang lautan terlihat, gajah
dipelupuk mata tidak terlihat”. Mungkin benar juga peribahasa Indonesia
yang satu ini. Kita seringkali lupa, bahwa ada yang dekat yang terlupakan. Kita
seringkali lupa, bahwa berdakwah yang pertama adalah kepada kerabat atau keluarga.
Dakwah kepada keluarga bukanlah sesuatu yang mudah.
Ketika seseorang salah langkah, maka akan dapat menimbulkan masalah yang besar,
misalnya terputusnya hubungan keluarga, timbulnya fitnah, dsb. sehingga
diperlukan langkah-langkah yang hati-hati:
a.
Memulai dari
diri sendiri
Tidak jarang seorang dai mempunyai latar belakang
kehidupan yang jahil. Bukan sesuatu hal yang mustahil, ketika dia berhijrah
kemudian berdakwah kepada keluarganya maka mereka menanggapinya dengan
mengungkit-ungkit masa lalunya. Seorang dai harus berupaya untuk menghapus
citra negatif diri yang telah melekat dalam pandangan keluarganya dan harus
menunjukkan bahwa dia benar-benar telah berubah serta memberikan pemahaman
bahwa langkah-langkah di masa lalunya itu adalah langkah-langkah yang keliru.
Sang dai harus memulai segala sesuatunya dari dirinya sendiri dan senantiasa
memberikan keteladanan. Ada suatu nasihat dari Ali bin Abi Thalib ra. yang
cukup bermanfaat, “Siapa yang telah mencetuskan dirinya untuk menjadi ikutan
dan panduan masyarakat, hendaklah memulai mendidik diri terlebih dahulu sebelum
mendidik orang lain dan kalau membina hendaklah terlebih dahulu dengan teladan
sebelum ucapan. Membina diri jauh lebih perlu daripada membina orang lain.”
b.
Menjalin
kedekatan
Sang dai harus berusaha senantiasa menjalin hubungan
yang baik dengan keluarganya, baik dengan komunikasi langsung maupun tidak
langsung melalui surat, telepon, sms, dll. Tak jarang, karena kesibukan
aktivitas di kampus misalnya, dai menelantarkan hubungan dengan keluarga
sehingga hubungan yang terjadi hanyalah berupa hubungan uang semata. Menjalin
komunikasi yang rutin, mengirimkan hadiah misalnya buku, memberikan perhatian
kepada keluarga, insya Allah dapat menumbuhkan kedekatan dengan keluarga yang
akan dapat melahirkan ketsiqahan (kepercayaan/ketentraman) mereka.
c.
Memahami kondisi
keluarga
Dakwah kepada keluarga memerlukan pemahaman terhadap
kondisi keluarga, permasalahan-permasalahan yang ada, karakter dari
masing-masing anggota keluarga dan juga kondisi dari lingkungan sekitar.
Pemahaman terhadap seputar keluarga sangat penting untuk menentukan cara dan
sarana yang digunakan. Semisal, jika keluarga termasuk golongan yang tidak suka
membaca, tentunya memberikan buletin, majalah, atau buku merupakan langkah yang
tidak efektif untuk dilakukan. Jika di dalam keluarga ada seorang yang cukup
disegani dan sangat berpengaruh, maka orang inilah yang harus dijadikan objek
utama, karena dia dapat menjadi motor perubahan dalam keluarga.
d.
Sabar
Kesabaran dan keuletan sang dai sangat diperlukan
untuk membimbing dan mengarahkan keluarga secara pelan, bertahap,
berkesinambungan dan telaten dengan cara dan sarana yang tentunya tidak bisa
disamakan dengan berdakwah di luar rumah, misalnya di kampus. Sang dai pun
harus membekali diri dengan ilmu dan senantiasa berusaha menambah ilmunya
sehingga bisa memberikan hujjah yang jelas dan tidak diremehkan, Kondisi yang
umum terjadi adalah masyarakat menjadikan kiai, ulama atau ustadz-ustadz
setempat sebagai panutan mereka yang tak jarang cenderung diikuti apa adanya
tanpa sikap kritis dan selektif. Umur dan dasar pendidikan seseorang pun ikut
berpengaruh untuk menentukan siapa yang akan diikuti sehingga tak jarang
seseorang yang relatif muda dan dengan latar belakang pendidikan umum tidak
dipercaya ketika menyampaikan nilai-nilai agama.
Tak jarang seorang dai bisa bersikap sabar, lembut
dan telaten dalam menghadapi orang lain, tetapi ketika berhadapan dengan
keluarganya sendiri, bersikap keras, tergesa-gesa dan dikotori oleh rasa
emosi. Ibn Khaldun mengatakan,
“Orang yang dididik dengan kekerasan dan kekejaman akan tumbuh menjadi orang
yang kejam, sempit hati, tidak kreatif, mudah jemu, mudah bohong karena
takut akan mendapat hukuman fisik, cenderung terbiasa menipu”.
e. Evaluasi
Evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dakwah keluarga yang telah dilakukan serta untuk membenahi cara
dan sarana dakwah yang digunakan. Doa merupakan suatu hal yang tidak boleh
dilupakan, karena hanya Allahlah yang kuasa memberikan hidayah dan petunjuk
kepada seseorang. Manusia hanya bisa berusaha, tetapi Allahlah yang menentukan
hasilnya.
Dakwah yang mereka serukan adalah ajakan untuk
menjadikan Allah -Sang Penguasa langit dan bumi- sebagai satu-satunya
sesembahan, satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya tumpuan rasa cinta,
takut dan harapan. Mereka menolak segala bentuk persekutuan hak-hak Allah
dengan pujaan-pujaan selain-Nya, apakah ia berwujud malaikat, nabi, matahari,
bulan, bintang, batu, atau pepohonan. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali
Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi Rizki dan
Pemilik Kekuatan yang maha dahsyat.
Allah ta’ala menceritakan tentang dakwah
Ibrahim ‘alaihis salam kepada ayahnya (yang artinya), “Wahai
ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak
melihat, bahkan tidak bisa memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun?
Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang
kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus
itu. Wahai ayahku, janganlah engkau memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu
durhaka kepada ar-Rahman.” (QS. Maryam: 42-44).
Sebuah dialog yang indah. Sebuah dakwah yang tumbuh
dan berkembang karena perasaan kasih sayang kepada sesama. Mencintai kebaikan
bagi saudaranya sebagaimana seorang mencintai kebaikan itu bagi dirinya
sendiri. Oleh sebab itulah para rasul berusaha untuk mengajak sanak keluarganya
untuk bersama-sama menjadi hamba Allah semata, bukan hamba selain-Nya. Inilah
yang dicontohkan oleh Ibrahim ‘alaihis salam dan juga Nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahkan segenap para rasul pun
memberikan keteladanan yang serupa kepada kita. Adakah seorang anak yang suka
ayahnya sendiri menjadi penghuni neraka? Adakah seorang keponakan yang suka
apabila pamannya sendiri menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala? Adakah
seorang ayah suka apabila anak cucunya menjadi para pelestari tradisi pemujaan
terhadap berhala?!
Inilah dakwah yang penuh dengan kasih
sayang kepada umat manusia. Dakwah yang mengajak mereka untuk mengentaskan diri
dari berlapis-lapis kegelapan menuju cahaya. Dari kegelapan dosa dan maksiat
menuju cahaya ketaatan. Dari kegelapan kekafiran menuju cahaya keimanan. Dari
kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dari kegelapan bid’ah menuju cahaya
sunnah. Inilah dakwah yang akan mempertemukan nenek moyang dan keturunan mereka
di atas jembatan keimanan dan tauhid yang tertanam kuat dalam hati sanubari dan
merasuk dalam sendi-sendi kehidupan.
2. Dakwah
Kepada Masyarakat Sekitar
Dakwah secara umum dapat diberi pengertian sebagai upaya
untuk menyeru kepada keridhaan Allah SWT. Berdasarkan hal ini dapat ditafsirkan
bahwa Dakwah merupakan suatu usaha gunameningkatkan harkat kehidupan manusia
dalam lingkungan yang mengitarinya, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.
Intinya, untuk meraih kesejahteraan.
Kata lainnya, Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Kata lainnya, Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Sementara itu di sisi lain, masyarakat sasaran Dakwah
sangatlah heterogen, mereka terdiri dari kalangan intelektul, pejabat,
pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-laki, ada perempu’an, ada orang tua,
remaja, dan ada anak-anak, ada masyarakat kota (urban) dan ada masyarakat desa
(rural), disamping masyarakat marginal, yang sering terlupakan, dengan berbagai
problem kehidupan yang mereka hadapi. Senyatanya, bahwa ternyata Dakwah selama
ini tidak/belum/kurang menyentuh kelompok-kelompok ‘masyarakat terpinggirkan (marginal)
sebagai salah satu subjek dan juga obyek dakwah. Selaku masyarakat marginal
yang terpinggirkan, jelas, proses dakwah sangat diharapkan untuk mengangkat
citra, martabat, dan memperbaiki derajat kehidupan serta kesejahteraan. Dalam
berbagai bidang, fisik, sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, agama dan juga
lingkungan.
Kelompok
masyarakat yang menjadi obyek dakwah dengan sejumlah ciri khas, karakteristik
dan lain sebagainya, membutuhkan dai atau pelaku pembangunan kultur
yang relatif berbeda dengan kelompok masyarakat obyek dakwah lainnya. Metode,
teknik, strategi maupun pendekatan dakwah yang diterapkan untuk masyarakat juga berbeda dan memiliki ciri khusus dari
yang lain. Karena itu pemberian ruang gerak yang lebih luas dan penekanan
terhadap metode dakwah bil-amal atau bil-hal menjadi sangat penting dan
signifikan disamping metode dakwah yang lain. Dakwah bil-hal yaitu metode dakwah
yang lebih menekankan pada amal usaha atau karya nyata yang bisa dinikmati dan
bisa mengangkat harkat, martabat, kesejahteraan hidup kelompok masyarakat.
Model strategi dakwah bil-amal ini dilakukan melalui proses dan hasil karya
nyata bagi masyarakat. Bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat
yang terberdaya dalam kehidupan, baik secara fisik, agama, ekonomi, sosial,
budaya maupun politik.
3. Dakwah Kepada
Masyarakat Luas
Jika ditelaah lebih mendalam, akan didapati bahwa sebagian
besar usaha pengembangan atau pembangunan masyarakat (community development)
atau pemberdayaan masyarakat (social empowerment) di daerah perdesaan atau di
negara-negara yang sedang berkembang, masih bersifat mentransfer teknologi,
memindahkan produk budaya suatu masyarakat ke masyarakat yang lain.
Model
Tabligh atau ta’lim dilakukan sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan
Islam dan dalam rangka pencerdasan serta pencerahan masyarakat melalui kegiatan
pokok, sosialisasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai ajaran Islam,
baik dengan menggunakan sarana mimbar maupun media massa (cetak dan audio
visual). Karena itu berpijak dari sirah dakwah yang telah dipraktikkan oleh
Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda dakwah bermuatan
tabligh untuk mempersiapkan, mendidik, dan membina kader sumber daya manusia
yang handal, menurut Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei (2001: 32)
berpijak dari sejarah dakwah, dakwah masyarakat yang dipraktikkan Nabi
Muhamamad SAW.
Melalui
upaya dakwah yang sistematis dan metodologis, akhirnya masyarakat akan mampu
berkembang menjadi salah satu unsur kekuatan dakwah. Apalagi jika keberadaan
dan survivalitas mereka dibina, dijaga dan dikembangkan melalu sistem ke-dakwah-an
yang harmonis dan terpadu. Karena itu menjadi satu keharusan bagi setiap subyek
dakwah untuk memahami metodologi dakwah secara detail. Ke-dakwah-an,
objek dakwah pada masyarakat dan lain sebagainya, bertujuan agar bisa
melaksanakan agenda dakwah dengan baik, lebih profesional, bermutu, dan elegan.
Tanpa pemahaman yang baik terhadap metodologi dan strategi dakwah dan
karakte’ristik dari objek yang dihadapi, rasanya susah untuk berharap jika
aktivitas dakwah yang dilaksanakan oleh juru dakwah mampu membentuk dan membawa
masyarakat kepada kondisi pemberdayaan dan pencerahan yang diharapkan, yakni
masyarakat yang memiliki kemandirian dan keswadayaan.
IV. Pengaruh Syiar Ajaran Islam (Dakwah)
Terhadap Religius Masyarakat Sekitar
A. Fakta Kondisi Religius Masyarakat
Agama Islam dalam sejarah
perkembangannya, dimulai ia hadir di nusantara hingga pekembangannnya sampai
saat ini di dalam penyebarannya ajaran Islam menyesuaikan dengan kebudayaan dan
adat sekitar dengan ini tujuannya adalah agar ajaran Islam dapat diterima oleh
seluruh kalangan masyarakat yang beragam dan agar tercipta perdamaian diantara
umat manusia. Penyesuaian ajaran Islam ini tidak hanya dalam segi
kebudayaan dan adat saja, tapi juga dalam segi kehidupan masyarakat Indonesia.
Hal ini karena masyarakat Indonesia, yang secara faktanya terdiri dari
keberagaman yang tidak dapat di kita hindari khususnya bagi umat Islam, dan
umat Islam sendiri menjadi penduduk yang mayoritas saat ini. Pengakuan Islam
dan penerimaan adanya pluralitas atau perbedaan ini seperti yang di katakan
oleh Murtadha Muthahari bahwa Rosulullah selama memerintah di
Madinah tidak pernah memaksakan masyarakat yang non-Muslim untuk mengikuti
agama penguasa dan bahkan melalui perjanjian diantara semua penduduk Madinah
ditetapkan dasar-dasar toleransi demi terwujudnya perdamaian dan kerukunan. Dan
salah satu isi perjanjiannya dengan kaum Yahudi menyebutkan bahwa : “Orang
Yahudi yang turut dalam perjanjian dengan kami berhak memperoleh pertolongan,
tidak melakukan dzalim. Agama Yahudi bagi orang-orang Yahudi dan agama Islam
bagi orang-orang Islam. Jika ada diantara mereka yang berbuat dzalim, itu hanya
akan mencelakakan dirinya dan keluarganya”. Islam yang
diakui oleh para pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup dari rangkaian
petinjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai
agama yang paling sempurna.
Salah satu makna kesempurnaan itu adalah bahwa Islam diyakini bersifat
universal yang meliputi berbagai dimensi ruang dan waktu. Dengan ungkapan
apologia tersebut, maka maka Islam jika ditafsirkan secara kontekstual maka
ajran Islam cocok untuk diterapkan kapan dan dimana saja atau didalam bahasa
Al-Qur’an Islam dapat dikatakan Rahmatan lil ‘alamin.
Dizaman modern ini nasib agama Islam ditentukan oleh sejauh mana kemampuan umat
Islam dalam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi
di era modern ini. Nurcholis Madjid mengomentari
Islam dan modernitas. Dalam pandangannya, Al-Qur’an menunjukkan bahwa risalah
Islam karena keuniversalitasnya dapat di adapptasikannya dengan lingkungan
cultural manapun termasuk dalam lingkungan perkotaan modern. Ernest Gellne
menegaskan bahwa Islam dapat dimodernisasi dan upaya pemurnianny. Modernisasi
Islam yakni adaptasinya dengan lingkungan modern harus berlangsung dengan tanpa
merusak keaslian dan otensitasnya sebagai wahyu.
Menjadi tantangan bagi umat Islam, ketika menyebarkan
ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat yang pluralitas dan di tengah-tengah
masyarakat Indonesia khususnya yang setiap langkahnya selalu mengalami
perubahan yang berpengaruh besar. Adapun kondisi masyarakat Islam di Indonesia
pada era modern ini sering kali mengalami ketegangan-ketegangan di antara umat
Islam sendiri, seperti konflik antar kelompok muslim, antar kelompok yang
dianggap radikal dengan kelompok yang masih menganggap dirinya pribumi atau
kelompok Islam murni. Fukuyama menyatakan bahwa, radikalisme di
kalangan Muslim pada dasarnya merupakan salah satu reaksi terhadap modernisasi.
Modernisasi dengan ideologi “modernisme” bagi sementara kalangan Muslim
merupakan salah satu bentuk “Imperialisme Kultural”.
Modernisasi merupakan produk Barat yang memaksakan peradaban Barat terhadap
dunia Muslim lebih dari itu adalah untk menyingkirkan pengaruh Islam dari
berbagai aspek kehidupan, karena modernisasi hanya akan menghasilkan
sekularisasi dan sekularisme. Kaitanya dengan kondisi
masyarakat dengan modernisasi, didalam kehidupan masyarakat modernisasi pasti
menghasilkan sekularisasi dan sekularisme, karena modernisasi akan
mengakibatkan kemunduran agama baik pada tingkat sosial ( masyarakat ) maupun
pada tingkat individual. Kemudian masyarakat modern memerlukan pengalaman keagamaan
yang lebih intens dalam pencarian makna. Terkait dengan moralitas di dalam
masyarakat Lawren Kolberg menyatakan bahwa ada tiga
perkembangan moralitas manusia yaitu pra conventional untuk
masyarakat kuno ditandai dengan ukuran baik buruk berdasarkan hadiah fisik,
atau hukuman fisik dan celaan atau pujian. Conventional, masyarakat
sedang berkembang perbuatan baik didasarkan pada sentiment kesamaan sesama
anggota kelompok atau solidaritas in group dan diskriminasi out group dan
melestarikan keberadaan kelompoknya. Post- onventional, perkembangan ini
dialami oleh masyarakat modern ditandai dengan mereka mempunyai etika
universal, menyadari pluralitas dan heteroginitas masyarakat dan masyarakat ini
sudah tersadarkan dengan sikap toleran terhadap perbedaaan.
Kondisi kehidupan masyarakat secara kultural juga
mengalami kemunduran, seperti yang kita lihat bagaimana masyarakat Indonesia
yang kita lihat sekarang ini kebanyakan menjadi konsumen dunia Barat, banyak
juga yang sampai saat ini melupakan kultur yang ada di negeri ini. Dari segi
etika, bahasa, gaya hidup, berpakaian dan lain sebagainya. Dan sedikit sekali
masyarakat Indonesia khusunya muslim Indonesia yang mengkontribusikan
pemikiranya di era modern ini. Hal ini memang sangat menghawatirkan bagi
masyarakat indenesia. Disini kedudukan agama sering kali mengalah, yakni
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada agar tetap diterima
ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indoensia. Era modern ini, masyarakat
muslim Indonesia juga terbawa-bawa oleh hidup ala Barat. Dan sering kali
tidak mempertimbangkan tentang ajaran agama. Menurut penulis boleh saja kita
mengambil pelajaran dari apa yang telah dikontribusikan oleh dunia Barat asal
itu tidak keluar dari koridor syariat Islam.
Perubahan Kehidupan Masyarakat Islam Indonesia Akibat
Modernisasi
Dari masa kemasa kehidupan masyarakat pasti akan
mengalami perubahan baik itu proses perubahannya secara cepat ataupun secara
lambat, direncanakan atau tidak. Perubahan sosial pada intinya adalah faktor dinamika
manusianya yang kreatif yang anggota masyarakatnya bersikap terbuka, secara
kreatif menciptakan kondisi perubahan terutama dalam bidang ekonomi dan pol
hidup sehari-hari didalam proses perubahan terkadang diselingi konflik, konflik
yang terjadi di kehidupan masyarakat. Kemudian didalam era modern, syarat umum
modernisasi dalam kehidupan masyarakat meliputi : cara berfifkir yang
ilmiah, sistem analisa data atau fakta yang metodik, sistem administrasi yang
efisien, ada iklim yang mendukung perubahan baru, disiplin yang tinggi pada
waktu dan aturan main, inovasi dan modifikasi dalam segala bidang.
· Perubahan
masyarakat Islam Indonesia yang positif
-
Ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat semakin mendukung perkembangan
dunia Islam.
Dengan adanya
modernisasi umat Islam mampu mengaplikasikan ajaran Islam dala konsep ilmu
umum.
-
Dengan adanya teknologi sebagai salah satu produk modernisasi, masyarakat islam
Indonesia bisa dengan mudah memperluas dakwahnya lewat media dan juga
memperluas jaringannya.
· Perubahan
masyarakat Islam Indonesia yang negatif
-
Moralitas semakin menurun
-
Ketergantungan terhadap teknologi
-
Lebih mengutamakan duniawi dari pda ukhrowi
-
Hubungan silaturrahni secara face to face menurun
B. Fakta
Kesadaran Muslim Indonesia Dalam Mensyiarkan Ajaran Islam
1. Umat
muslim berpedoman Al-Qur’anul
Karim dan As-Sunnah,senantiasa berpegang teguh kepada keduanya. Maka dengan bersikap demikianlah
kita tidak akan menjadi tersesat dari jalan lurus,yang Allah SWT telah
bentangkan bagi orang-orang beriman,dan meyakini kebenaran
ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw.Untuk membawa umat muslim dari
keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2. Masyarakat
Islam di bangun atas dasar prinsip-prinsip keimanan dan akhlakul karimah.Karena
itu,perwujudan nilai-nilai Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari sangat
ditekankan dalam pandangan hidup islami. Hal
ini menjadi kerangka berpikir yang jelas bahwa menjadi seorang muslim yang
kaffah mensyaratkan suatu bukti,yaitu bahwa keimanannya harus diwujudkan dalam
kehidupan nyata, baik secara personal (kesalehan individual) maupun dalam
interaksinya dengan kehidupan masyarakat luas (kesalehan sosial).
3. Kesadaran
memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perjuangan
kemanusiaan (jihad fi sabilillah)dan kesadaran seorang muslim yang
berkewajiban untuk memiliki misi mendidik seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah
dalam surat Ali Imran: 110, bahwasanya umat Islam adalah khaira ummah atau
umat yang terbaik.
4. Membangun ukhuwah Islamiyah,yang harus dibangun adalah kesadaran
bahwa umat Islam saat ini ditengah dalam kondisi terpuruk,oleh karenanya umat
Islam harus berupaya menegakkan Islam
kembali. Maka dibutuhkannya persatuan
dan persaudaraan dikalangan umat Islam. Tentu
saja bahwa selalu ada perbedaan diantara kaum muslimin, baik itu suku, negara,
mazhab dll, namun hendaklah kita bekerjasama dalam hal yang disepakati dalam
hal perbedaan tersebut.Jadi tidak adanya masalah perdebatan dan menjatuhkan
antar sesama umat muslim sendiri.
C. Penyebab Rendahnya Kondisi Religious
Muslim Indonesia
1. Masih rendahnya umat muslim tentang
pemahaman terhadap ajaran Islam.
2. Dampak dari pergaulan bebas yang
mempengaruhi generasi mudah sekarang,sehingga menjadikan akhlak mereka pun
kurang baik
3. Lemahnya semangat atau belum tumbuhnya
kesadaran untuk menjalankan rukun Islam secara maksimal.Kesadaran
rasionalnya,masih terbelenggu oleh emosionalitas personal yang cenderung malas,
cepat bosan, kurang disiplin, tidak memliki visi hidup yang lebih baik dan
sebagainya.
4.
Pengaruh budaya global yang cenderung mengedepankan gaya hidup materialis,
hedonis, instant,dan sebagainya.Ketiga faktor ini, secara simultan menjadikan
kepribadian umat compang-camping.
Demikian
juga dalam kehidupan sosial, kita masih dihadapkan pada berbagai persoalan
umat, seperti; kemiskinan dan keterbelakangan yang masih menjerat sebagian
besar umat Islam, hubungan antar aliran keagamaan yang kurang sehat, klaim
kebenaran (truth claim) dari salah satu aliran keagamaan tertentu, lemahnya tatanan ekonomi dan
sosio-budaya umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar