Tulisan Lain
Menunggu...

4 November 2015

Tadrisul Qur'an: Tafsir Al-Mudatsir ayat 1-7

MAKALAH TADRISUL QUR’AN
“ THE POWER OF DAKWAH ”
(Kewajiban Mensyiarkan Ajaran Islam Al – Mudatsir 1 – 7) 

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Tadrisul Qur’an

Dosen Pengampu : Ahmad Fathoni, S. Pd. I.
 

Disusun Oleh :
Nur Adliyah
Nurul Syamsiah
Nur Samawati
Santi Dewi Arfani
Sri Wahyuni  

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LUQMAN AL HAKIM
SURABAYA
2014


BAB I
PENDAHULUAN

I.            Latar Belakang Masalah

                Dakwah secara umum dapat diberi pengertian sebagai upaya untuk menyeru kepada keridhaan Allah SWT. Berdasarkan hal ini dapat ditafsirkan bahwa Dakwah merupakan suatu usaha guna meningkatkan harkat kehidupan manusia dalam lingkungan yang mengitarinya, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Intinya, untuk meraih kesejahteraan.
Kata lainnya, dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Inilah yamg akan di bahas dalam makalah ini seruan untuk berdakwah yang tertulis dalam surat Al – Mudatsir 1-7 yang berisi “Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam”.
Dari penjelasan di atas tadi semuanya akan terurai dan terangkum dalam berbagai dakwah secara sembunyi maupun terang terangan yang diperuntukan untuk masyarakat baik pada zaman Rasullulah SAW sampai zaman modern saat ini beserta pengaruhnya dalam peradaban islam saat ini .
  
BAB II
PEMBAHASAN

I.            Sejarah Turunnya Surat Al- Mudatsir 1 – 7
 
a.      Kondisi Lingkungan Masyarakat
Allah selalu mengirim rasul kepada tiap-tiap umat, sejak Nabi Adam as. Sampai Nabi Muhammad saw (lihat surat Yunus ayat 47, surat al-Nahl ayat 36, surat Fathir ayat 24). Adapun sebelum diutunya Nabi Muhammad saw, maka terjadilah “fatratun minar rasul”, maksudnya masa yang kosong dari rasul, sebagaiman disebutkan dalam surat al-maidah ayat 19,dan pada masa lalu telah datang beberapa orang nabi dan rasul yang waktunya hampir dan bahkan bersamaan, seperti Nabi Musa dan Nabi Harun, Nabi dawud dengan Nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail, dan Nabi Zakariya dengan Nabi Isa.
Setelah kurang lebih 571 tahun manusia mengalami masa kekosongan dari keberadaan nabi dan rasul, khususnya masyarakat Arab, maka diutuslah Rasulullah saw. Adapun bangsa Arab, pada dasarnya mereka mengikuti ajaran Nabi Ibrahim, tetapi setelah ditinggal Nabi Ibrahim sedemikian lamanya, maka bangsa itu makin lama makin menyimpang dari ajaran Ilahi. Dan sebelum datangnya Nabi Muhammad saw, bangsa Arab mengalami suatu masa yang disebut “Jahiliyah”.
Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai kemungkaran lainnya. Namun semua perbuatan pada masa jahiliyah itu hilang seraya dengan kedatangan Rasulullah  dengan  cara dakwah Rasulullah yang bijaksana , maka tercatatlah perkembangan orang-orang yang memeluk agama Islam, yaitu sebagai berikut:
- Tahun pertama Bi’tsah (masa diutusnya Rasulullah saw), telah masuk Islam: Khadijah, Waraqah, Abu Bakar, Zaid, Bilal dan Salman.
- Tahun kelima hingga ketujuh Bi’tsah, orang yang telah masuk Islam serta hijrah ke Abessina yang pertama kali adalah 14 orang, dan mereka termasuk orang-orang yang jiwa Islamnya sangat militan.
- Waktu hijrah Abessina kedua, jumlah mereka yang turut serta adalah 48 orang.
- Tahun kedua belas hingga ketiga belas Bi’tsah, terjadi bai’at ‘Aqabah I yang diikuti 12 orang.
- Pada bai’at ‘Aqabah kedua yang turut serta dalam bai’at berjumlah 70 orang.
- Pada tahun Hijrah pertama, yang turut hijrah ke Madinah berjumlah lebih dari 200 orang.
- Tahun kedua hingga ketiga Hijrah, sejumlah 313 orang pasukan Islam telah mengalahkan 950 orang pasukan kafir Makkah.
- Tahun ketiga Hijrah, dalam perang Uhud, tentara kafir berjumlah 3000 orang tak mampu mengalahkan pasukan Islam yang berjumlah 700 orang personil.
- Tahun kedelapan hingga kesepuluh Hijrah, pasukan Islam sebanyak 10.000 orang telah berhasil menaklukan kota Makkah dan mengalahkan pasukan kafir.
- Tahun kesepuluh Hijrah, dalam perang Hunain, pasukan Islam berjumlah 12.000 orang personil.
- Pada tahun yang sama, dalam perang Tabuk, pasukan Islam berjumlah 30.000 orang personil.
- Pada tahun kesebelas Hijrah, yang mengikuti haji wada’ bersama Rasulullah saw adalah 90.000 sahabat.
- Menjelang Rasulullah wafat, jumlah sahabat yang pernah mendengar, melihat atau turut meriwayatkan hadits dari beliau jumlahnya tak kurang dari 114.000 orang.
- Dan Rasulullah saw wafat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun sebelas Hijrah, yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 632 M. dari gambaran tersebut, jelas telah terjadi suatu perubahan sosial yang sangat drastis yaitu dari masyarakat yang sanagat menentang dakwah islam menjadi suatu masyarakat yang sangat ideal dan menjadi umat percontohan bagi para arsitek yang hendak membangun masyarakat islam sepanjang masa

b.      Latar Belakang Turunnya Ayat
Ketika Rasulullah SAW pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan mencarinya, namun tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta isterinya untuk menutupinya dengan selimut. Kemudian turunlah surat al-Muddatsir yang secara singkat dapat diungkap sebagai berikut:
1.      Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam, khusunya untuk melaksanakan hal-hal berikut:
- Mengagungkan nama Allah.
- Mensucikan diri lahir dan batin.
- Menjauhi perbuatan dosa dan noda.

- Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
- Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan menyembah Allah Ta’ala (ayat 1-7)
2.      Hari Kiamat merupakan saat yang sulit, khusunya bagi orang-orang kafir.Maka biarkanlah mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan anak dan keturunannya seraya menentang ajaran Islam dan munudh Nabi saw sebagai tukang sihir. Dan sesungguhnya mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka saqar. Setiap insan itu tidak akan dapat terbebas dari catatan amal perbuatan selama hidupnya, dan sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan memperoleh kebahagiaan di surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau melaksankan shalat serta tidak mau beramal shalih dan mereka mengucapkan kata-kata kotor serta mendustakan agama, maka sesungguhnya mereka itu akan masuk ke dalam neraka saqar.

c.       Waktu dan Tempat Turunnya Ayat
Rasulullah SAW berkata kepada kami : ` Sesungguhnya aku berdiam diri di gua hira`. Maka ketika habis masa diamku, aku turun dan aku telusuri lembah. Aku lihat kemuka, kebelakang, kekanan dan kekiri. Lalu aku lihat kelangit, kemudian aku melihat jibril yang amat menakutkan. Maka aku pulang ke Khadijah. Khadijah memerintahkan mereka untuk menyelimuti aku. Lalu Allah menurunkan ` Wahai orang yang berselimut; bangkitlah lalu berilah peringatan.kemudian turunlah surat al mudatsir
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5)
وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (7)
1). Hai orang yang berkemul (berselimut), 2). Bangunlah, lalu berilah peringatan! 3). Dan Tuhanmu agungkanlah! 4. Dan pakaianmu bersihkanlah, 5). Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, 6). Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. 7). Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.(QS.Al-Mudatsir-1-7)
Dari keterangan diatas sudah jelas bahwa waktu turunnya ayat ini ketika Rasullullah SAW  menyelimuti dirinya  dan tempatnya adalah  di rumah Rasullullah SAW   

II.            Kandungan dan Makna Surat Al – Mudatsir

a.      Terjemah dan Pesan Ayat

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ,  قُمْ فَأَنذِرْ,يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ ,   وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ,   وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
Artinya:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut),
2. bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. dan Tuhanmu agungkanlah!
4. dan pakaianmu bersihkanlah,
5. dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

Kajian yang terkandung/ Kandungan Makna:
Ketika Rasulullah saw pulang dari gua Hira, beliau mendengar sesuatu dan mencarinya, namun tak dijumpainya, maka dengan segera beliau meminta isterinya untuk menutupinya dengan selimut. Kemudian turunlah surat al-Muddatsir yang secara singkat dapat diungkap sebagai berikut:
Allah menyuruh Nabi Muhammad saw agar melepaskan selimutnya dan bergegas menyerukan dakwah Islam, mengajak manusia untuk masuk Islam, khusunya untuk melaksanakan hal-hal berikut:
·         Mengagungkan nama Allah.
·         Mensucikan diri lahir dan batin.
·         Menjauhi perbuatan dosa dan noda.
·         Memperbanyak sedekah, serta tak mengharapkan balasan atasnya.
·         Memperteguh tekad hati, bermental baja, serta tidak berputus asa dalam mengabdi dan menyembah Allah.
Hari Kiamat merupakan saat yang sulit, khusunya bagi orang-orang kafir.Maka biarkanlah mereka sibuk menumpuk harta, membanggakan anak dan keturunannya seraya menentang ajaran Islam dan munudh Nabi saw sebagai tukang sihir. Dan sesungguhnya mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka saqar. Setiap insan itu tidak akan dapat terbebas dari cacatan amal perbuatan selama hidupnya, dan sesungguhnya siapa yang suci dari dosa, maka dia akan memperoleh kebahagiaan di surga, sedangkan orang-orang yang tidak mau melaksankan shalat serta tidak mau beramal shalih dan mereka mengucapkan kata-kata kotor serta mendustakan agama, maka sesungguhnya mereka itu akan masuk ke dalam neraka saqar. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab memiliki suatu kepercayaan dan kebebasan yang sangat bertentangan dengan kehendak Allah swt, seperti menyembah berhala, melakukan perbudakan, memandang rendah kaum wanita, gemar melakukan peperangan antar suku, gemar berjudi dan minum minuman keras, percaya pada tahayul dan khurafat serta melakukan berbagai kemungkaran lainnya. Namun, meskupun zaman Jahiliyah terkenal dengan berbuatan yang jelek,toh sebenarnya masa itu terdapat beberapa kepercayaan dan kebiasaan yang baik, seperti menghormati bulan-bulan haram, menghormati Ka’bah, melakukan haji, bermurah hati dalam menghormati tamu dan lain-lain.
Pesan Ayat :
·         Perintah untuk mulai berda´wah mengagungkan Allah, membersihkan pakaian, menjauhi maksiat, memberikan sesuatu dengan ikhlas dan bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
·         Allah akan mengazab orang-orang yang menentang Nabi Muhammad s.a.w.dan mendustakan Al Quran
·         Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang ia usahakan.

b.      Kewajiban Mensyiarkan Agama Islam
1.      Dakwah Kepada Diri Sendiri dan Keluarga
“Semut di seberang lautan terlihat, gajah dipelupuk mata tidak terlihat”. Mungkin benar juga peribahasa Indonesia yang satu ini. Kita seringkali lupa, bahwa ada yang dekat yang terlupakan. Kita seringkali lupa, bahwa berdakwah yang pertama adalah kepada kerabat atau keluarga.
Dakwah kepada keluarga bukanlah sesuatu yang mudah. Ketika seseorang salah langkah, maka akan dapat menimbulkan masalah yang besar, misalnya terputusnya hubungan keluarga, timbulnya fitnah, dsb. sehingga diperlukan langkah-langkah yang hati-hati:
a.       Memulai dari diri sendiri
Tidak jarang seorang dai mempunyai latar belakang kehidupan yang jahil. Bukan sesuatu hal yang mustahil, ketika dia berhijrah kemudian berdakwah kepada keluarganya maka mereka menanggapinya dengan mengungkit-ungkit masa lalunya. Seorang dai harus berupaya untuk menghapus citra negatif diri yang telah melekat dalam pandangan keluarganya dan harus menunjukkan bahwa dia benar-benar telah berubah serta memberikan pemahaman bahwa langkah-langkah di masa lalunya itu adalah langkah-langkah yang keliru. Sang dai harus memulai segala sesuatunya dari dirinya sendiri dan senantiasa memberikan keteladanan. Ada suatu nasihat dari Ali bin Abi Thalib ra. yang cukup bermanfaat, “Siapa yang telah mencetuskan dirinya untuk menjadi ikutan dan panduan masyarakat, hendaklah memulai mendidik diri terlebih dahulu sebelum mendidik orang lain dan kalau membina hendaklah terlebih dahulu dengan teladan sebelum ucapan. Membina diri jauh lebih perlu daripada membina orang lain.”
b.      Menjalin kedekatan
Sang dai harus berusaha senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan keluarganya, baik dengan komunikasi langsung maupun tidak langsung melalui surat, telepon, sms, dll. Tak jarang, karena kesibukan aktivitas di kampus misalnya, dai menelantarkan hubungan dengan keluarga sehingga hubungan yang terjadi hanyalah berupa hubungan uang semata. Menjalin komunikasi yang rutin, mengirimkan hadiah misalnya buku, memberikan perhatian kepada keluarga, insya Allah dapat menumbuhkan kedekatan dengan keluarga yang akan dapat melahirkan ketsiqahan (kepercayaan/ketentraman) mereka.
c.       Memahami kondisi keluarga
Dakwah kepada keluarga memerlukan pemahaman terhadap kondisi keluarga, permasalahan-permasalahan yang ada, karakter dari masing-masing anggota keluarga dan juga kondisi dari lingkungan sekitar. Pemahaman terhadap seputar keluarga sangat penting untuk menentukan cara dan sarana yang digunakan. Semisal, jika keluarga termasuk golongan yang tidak suka membaca, tentunya memberikan buletin, majalah, atau buku merupakan langkah yang tidak efektif untuk dilakukan. Jika di dalam keluarga ada seorang yang cukup disegani dan sangat berpengaruh, maka orang inilah yang harus dijadikan objek utama, karena dia dapat menjadi motor perubahan dalam keluarga.
d.      Sabar
Kesabaran dan keuletan sang dai sangat diperlukan untuk membimbing dan mengarahkan keluarga secara pelan, bertahap, berkesinambungan dan telaten dengan cara dan sarana yang tentunya tidak bisa disamakan dengan berdakwah di luar rumah, misalnya di kampus. Sang dai pun harus membekali diri dengan ilmu dan senantiasa berusaha menambah ilmunya sehingga bisa memberikan hujjah yang jelas dan tidak diremehkan, Kondisi yang umum terjadi adalah masyarakat menjadikan kiai, ulama atau ustadz-ustadz setempat sebagai panutan mereka yang tak jarang cenderung diikuti apa adanya tanpa sikap kritis dan selektif. Umur dan dasar pendidikan seseorang pun ikut berpengaruh untuk menentukan siapa yang akan diikuti sehingga tak jarang seseorang yang relatif muda dan dengan latar belakang pendidikan umum tidak dipercaya ketika menyampaikan nilai-nilai agama.
Tak jarang seorang dai bisa bersikap sabar, lembut dan telaten dalam menghadapi orang lain, tetapi ketika berhadapan dengan keluarganya sendiri, bersikap keras, tergesa-gesa dan dikotori oleh rasa emosi. Ibn Khaldun mengatakan, “Orang yang dididik dengan kekerasan dan kekejaman akan tumbuh menjadi orang yang kejam, sempit hati, tidak kreatif, mudah jemu,  mudah bohong karena takut akan mendapat hukuman fisik, cenderung terbiasa menipu”.
    e.     Evaluasi
Evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dakwah keluarga yang telah dilakukan serta untuk membenahi cara dan sarana dakwah yang digunakan. Doa merupakan suatu hal yang tidak boleh dilupakan, karena hanya Allahlah yang kuasa memberikan hidayah dan petunjuk kepada seseorang. Manusia hanya bisa berusaha, tetapi Allahlah yang menentukan hasilnya.
Dakwah yang mereka serukan adalah ajakan untuk menjadikan Allah -Sang Penguasa langit dan bumi- sebagai satu-satunya sesembahan, satu-satunya tempat bergantung, satu-satunya tumpuan rasa cinta, takut dan harapan. Mereka menolak segala bentuk persekutuan hak-hak Allah dengan pujaan-pujaan selain-Nya, apakah ia berwujud malaikat, nabi, matahari, bulan, bintang, batu, atau pepohonan. Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi Rizki dan Pemilik Kekuatan yang maha dahsyat.
Allah ta’ala menceritakan tentang dakwah Ibrahim ‘alaihis salam kepada ayahnya (yang artinya), “Wahai ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat, bahkan tidak bisa memberikan manfaat kepadamu barang sedikit pun? Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku suatu ilmu yang belum datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus itu. Wahai ayahku, janganlah engkau memuja setan. Karena sesungguhnya setan itu durhaka kepada ar-Rahman.” (QS. Maryam: 42-44).
Sebuah dialog yang indah. Sebuah dakwah yang tumbuh dan berkembang karena perasaan kasih sayang kepada sesama. Mencintai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana seorang mencintai kebaikan itu bagi dirinya sendiri. Oleh sebab itulah para rasul berusaha untuk mengajak sanak keluarganya untuk bersama-sama menjadi hamba Allah semata, bukan hamba selain-Nya. Inilah yang dicontohkan oleh Ibrahim ‘alaihis salam dan juga Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahkan segenap para rasul pun memberikan keteladanan yang serupa kepada kita. Adakah seorang anak yang suka ayahnya sendiri menjadi penghuni neraka? Adakah seorang keponakan yang suka apabila pamannya sendiri menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala? Adakah seorang ayah suka apabila anak cucunya menjadi para pelestari tradisi pemujaan terhadap berhala?!
Inilah dakwah yang penuh dengan kasih sayang kepada umat manusia. Dakwah yang mengajak mereka untuk mengentaskan diri dari berlapis-lapis kegelapan menuju cahaya. Dari kegelapan dosa dan maksiat menuju cahaya ketaatan. Dari kegelapan kekafiran menuju cahaya keimanan. Dari kegelapan syirik menuju cahaya tauhid. Dari kegelapan bid’ah menuju cahaya sunnah. Inilah dakwah yang akan mempertemukan nenek moyang dan keturunan mereka di atas jembatan keimanan dan tauhid yang tertanam kuat dalam hati sanubari dan merasuk dalam sendi-sendi kehidupan.

2.   Dakwah Kepada Masyarakat Sekitar
Dakwah secara umum dapat diberi pengertian sebagai upaya untuk menyeru kepada keridhaan Allah SWT. Berdasarkan hal ini dapat ditafsirkan bahwa Dakwah merupakan suatu usaha gunameningkatkan harkat kehidupan manusia dalam lingkungan yang mengitarinya, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Intinya, untuk meraih kesejahteraan. 
            Kata lainnya, Dakwah tidak hanya semata-mata proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya,  melainkan juga merupakan sebuah proses transformasi sosial, dengan sejumlah tawaran dan alternatif solusi-solusi bagi umat dalam mengatasi masalah kehidupan yang mereka hadapi. Sebagaimana strategi dan pendekatan komprehensif yang pernah dikembangkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda Dakwah yang bermuatan pengembangan atau pemberdayaan umat serta bewawasan pembebasan.
Sementara itu di sisi lain, masyarakat sasaran Dakwah sangatlah heterogen, mereka terdiri dari kalangan intelektul, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-laki, ada perempu’an, ada orang tua, remaja, dan ada anak-anak, ada masyarakat kota (urban) dan ada masyarakat desa (rural), disamping masyarakat marginal, yang sering terlupakan, dengan berbagai problem kehidupan yang mereka hadapi. Senyatanya, bahwa ternyata Dakwah selama ini tidak/belum/kurang menyentuh kelompok-kelompok ‘masyarakat terpinggirkan (marginal) sebagai salah satu subjek dan juga obyek dakwah. Selaku masyarakat marginal yang terpinggirkan, jelas, proses dakwah sangat diharapkan untuk mengangkat citra, martabat, dan memperbaiki derajat kehidupan serta kesejahteraan. Dalam berbagai bidang, fisik, sosial, ekonomi, budaya, pemerintahan, agama dan juga lingkungan.
        Kelompok masyarakat yang menjadi obyek dakwah dengan sejumlah ciri khas, karakteristik dan lain sebagainya, membutuhkan dai atau pelaku pembangunan kultur yang relatif berbeda dengan kelompok masyarakat obyek dakwah lainnya. Metode, teknik, strategi maupun pendekatan dakwah yang diterapkan untuk masyarakat juga berbeda dan memiliki ciri khusus dari yang lain. Karena itu pemberian ruang gerak yang lebih luas dan penekanan terhadap metode dakwah bil-amal atau bil-hal menjadi sangat penting dan signifikan disamping metode dakwah yang lain. Dakwah bil-hal yaitu metode dakwah yang lebih menekankan pada amal usaha atau karya nyata yang bisa dinikmati dan bisa mengangkat harkat, martabat, kesejahteraan hidup kelompok masyarakat. Model strategi dakwah bil-amal ini dilakukan melalui proses dan hasil karya nyata bagi masyarakat. Bertujuan untuk menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang terberdaya dalam kehidupan, baik secara fisik, agama, ekonomi, sosial, budaya maupun politik.

3.   Dakwah Kepada Masyarakat Luas 
Jika ditelaah lebih mendalam, akan didapati bahwa sebagian besar usaha pengembangan atau pembangunan masyarakat (community development) atau pemberdayaan masyarakat (social empowerment) di daerah perdesaan atau di negara-negara yang sedang berkembang, masih bersifat mentransfer teknologi, memindahkan produk budaya suatu masyarakat ke masyarakat yang lain.
Model Tabligh atau ta’lim dilakukan sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan Islam dan dalam rangka pencerdasan serta pencerahan masyarakat melalui kegiatan pokok, sosialisasi, internalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai ajaran Islam, baik dengan menggunakan sarana mimbar maupun media massa (cetak dan audio visual). Karena itu berpijak dari sirah dakwah yang telah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW manakala mendesain dan menggerakkan program serta agenda dakwah bermuatan tabligh untuk mempersiapkan, mendidik, dan membina kader sumber daya manusia yang handal, menurut Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei (2001: 32) berpijak dari sejarah dakwah, dakwah masyarakat yang dipraktikkan Nabi Muhamamad SAW.
Melalui upaya dakwah yang sistematis dan metodologis, akhirnya masyarakat akan mampu berkembang menjadi salah satu unsur kekuatan dakwah. Apalagi jika keberadaan dan survivalitas mereka dibina, dijaga dan dikembangkan melalu sistem ke-dakwah-an yang harmonis dan terpadu. Karena itu menjadi satu keharusan bagi setiap subyek dakwah untuk memahami metodologi dakwah secara detail.  Ke-dakwah-an, objek dakwah pada masyarakat dan lain sebagainya, bertujuan agar bisa melaksanakan agenda dakwah dengan baik, lebih profesional, bermutu, dan elegan. Tanpa pemahaman yang baik terhadap metodologi dan strategi dakwah dan karakte’ristik dari objek yang dihadapi, rasanya susah untuk berharap jika aktivitas dakwah yang dilaksanakan oleh juru dakwah mampu membentuk dan membawa masyarakat kepada kondisi pemberdayaan dan pencerahan yang diharapkan, yakni masyarakat yang memiliki kemandirian dan keswadayaan. 

IV. Pengaruh Syiar Ajaran Islam (Dakwah) Terhadap Religius Masyarakat Sekitar 
A. Fakta Kondisi Religius Masyarakat
       Agama Islam dalam sejarah perkembangannya, dimulai ia hadir di nusantara hingga pekembangannnya sampai saat ini di dalam penyebarannya ajaran Islam menyesuaikan dengan kebudayaan dan adat sekitar dengan ini tujuannya adalah agar ajaran Islam dapat diterima oleh seluruh kalangan masyarakat yang beragam dan agar tercipta perdamaian diantara umat manusia. Penyesuaian ajaran Islam ini tidak hanya dalam segi kebudayaan dan adat saja, tapi juga dalam segi kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini karena masyarakat Indonesia, yang secara faktanya terdiri dari keberagaman yang tidak dapat di kita hindari khususnya bagi umat Islam, dan umat Islam sendiri menjadi penduduk yang mayoritas saat ini. Pengakuan Islam dan penerimaan adanya pluralitas atau perbedaan ini seperti yang di katakan oleh Murtadha Muthahari bahwa Rosulullah selama memerintah di Madinah tidak pernah memaksakan masyarakat yang non-Muslim untuk mengikuti agama penguasa dan bahkan melalui perjanjian diantara semua penduduk Madinah ditetapkan dasar-dasar toleransi demi terwujudnya perdamaian dan kerukunan. Dan salah satu isi perjanjiannya dengan kaum Yahudi menyebutkan bahwa : “Orang Yahudi yang turut dalam perjanjian dengan kami berhak memperoleh pertolongan, tidak melakukan dzalim. Agama Yahudi bagi orang-orang Yahudi dan agama Islam bagi orang-orang Islam. Jika ada diantara mereka yang berbuat dzalim, itu hanya akan mencelakakan dirinya dan keluarganya”. Islam yang diakui oleh para pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup dari rangkaian petinjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia, mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna. Salah satu makna kesempurnaan itu adalah bahwa Islam diyakini bersifat universal yang meliputi berbagai dimensi ruang dan waktu. Dengan ungkapan apologia tersebut, maka maka Islam jika ditafsirkan secara kontekstual maka ajran Islam cocok untuk diterapkan kapan dan dimana saja atau didalam bahasa Al-Qur’an Islam dapat dikatakan Rahmatan lil ‘alamin. Dizaman modern ini nasib agama Islam ditentukan oleh sejauh mana kemampuan umat Islam dalam merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era modern ini. Nurcholis Madjid mengomentari Islam dan modernitas. Dalam pandangannya, Al-Qur’an menunjukkan bahwa risalah Islam karena keuniversalitasnya dapat di adapptasikannya dengan lingkungan cultural manapun termasuk dalam lingkungan perkotaan modern. Ernest Gellne menegaskan bahwa Islam dapat dimodernisasi dan upaya pemurnianny. Modernisasi Islam yakni adaptasinya dengan lingkungan modern harus berlangsung dengan tanpa merusak keaslian dan otensitasnya sebagai wahyu.
Menjadi tantangan bagi umat Islam, ketika menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat yang pluralitas dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia khususnya yang setiap langkahnya selalu mengalami perubahan yang berpengaruh besar. Adapun kondisi masyarakat Islam di Indonesia pada era modern ini sering kali mengalami ketegangan-ketegangan di antara umat Islam sendiri, seperti konflik antar kelompok muslim, antar kelompok yang dianggap radikal dengan kelompok yang masih menganggap dirinya pribumi atau kelompok Islam murni. Fukuyama menyatakan bahwa, radikalisme di kalangan Muslim pada dasarnya merupakan salah satu reaksi terhadap modernisasi. Modernisasi dengan ideologi “modernisme” bagi sementara kalangan Muslim merupakan salah satu bentuk “Imperialisme Kultural”. Modernisasi merupakan produk Barat yang memaksakan peradaban Barat terhadap dunia Muslim lebih dari itu adalah untk menyingkirkan pengaruh Islam dari berbagai aspek kehidupan, karena modernisasi hanya akan menghasilkan sekularisasi dan sekularisme. Kaitanya dengan kondisi masyarakat dengan modernisasi, didalam kehidupan masyarakat modernisasi pasti menghasilkan sekularisasi dan sekularisme, karena modernisasi akan mengakibatkan kemunduran agama baik pada tingkat sosial ( masyarakat ) maupun pada tingkat individual. Kemudian masyarakat modern memerlukan pengalaman keagamaan yang lebih intens dalam pencarian makna. Terkait dengan moralitas di dalam masyarakat Lawren Kolberg menyatakan bahwa ada tiga perkembangan moralitas manusia yaitu pra conventional untuk masyarakat kuno ditandai dengan ukuran baik buruk berdasarkan hadiah fisik, atau hukuman fisik dan celaan atau pujian. Conventional, masyarakat sedang berkembang perbuatan baik didasarkan pada sentiment kesamaan sesama anggota kelompok atau solidaritas in group dan diskriminasi out group dan melestarikan keberadaan kelompoknya. Post- onventional, perkembangan ini dialami oleh masyarakat modern ditandai dengan mereka mempunyai etika universal, menyadari pluralitas dan heteroginitas masyarakat dan masyarakat ini sudah tersadarkan dengan sikap toleran terhadap perbedaaan.
Kondisi kehidupan masyarakat secara kultural juga mengalami kemunduran, seperti yang kita lihat bagaimana masyarakat Indonesia yang kita lihat sekarang ini kebanyakan menjadi konsumen dunia Barat, banyak juga yang sampai saat ini melupakan kultur yang ada di negeri ini. Dari segi etika, bahasa, gaya hidup, berpakaian dan lain sebagainya. Dan sedikit sekali masyarakat Indonesia khusunya muslim Indonesia yang mengkontribusikan pemikiranya di era modern ini. Hal ini memang sangat menghawatirkan bagi masyarakat indenesia. Disini kedudukan agama sering kali mengalah, yakni menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada agar tetap diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indoensia. Era modern ini, masyarakat muslim Indonesia juga terbawa-bawa oleh hidup ala Barat. Dan sering kali tidak mempertimbangkan tentang ajaran agama. Menurut penulis boleh saja kita mengambil pelajaran dari apa yang telah dikontribusikan oleh dunia Barat asal itu tidak keluar dari koridor syariat Islam.

Perubahan Kehidupan Masyarakat Islam Indonesia Akibat Modernisasi
Dari masa kemasa kehidupan masyarakat pasti akan mengalami perubahan baik itu proses perubahannya secara cepat ataupun secara lambat, direncanakan atau tidak. Perubahan sosial pada intinya adalah faktor dinamika manusianya yang kreatif yang anggota masyarakatnya bersikap terbuka, secara kreatif menciptakan kondisi perubahan terutama dalam bidang ekonomi dan pol hidup sehari-hari didalam proses perubahan terkadang diselingi konflik, konflik yang terjadi di kehidupan masyarakat. Kemudian didalam era modern, syarat umum modernisasi dalam kehidupan masyarakat meliputi : cara berfifkir yang ilmiah, sistem analisa data atau fakta yang metodik, sistem administrasi yang efisien, ada iklim yang mendukung perubahan baru, disiplin yang tinggi pada waktu dan aturan main, inovasi dan modifikasi dalam segala bidang.
· Perubahan masyarakat Islam Indonesia yang positif
      - Ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat semakin mendukung perkembangan dunia Islam. Dengan adanya modernisasi umat Islam mampu mengaplikasikan ajaran Islam dala konsep ilmu umum.
      - Dengan adanya teknologi sebagai salah satu produk modernisasi, masyarakat islam Indonesia bisa dengan mudah memperluas dakwahnya lewat media dan juga memperluas jaringannya.
· Perubahan masyarakat Islam Indonesia yang negatif
       -  Moralitas semakin menurun
       -  Ketergantungan terhadap teknologi
       -  Lebih mengutamakan duniawi dari pda ukhrowi
       -  Hubungan silaturrahni secara face to face menurun

B.    Fakta Kesadaran Muslim Indonesia Dalam Mensyiarkan Ajaran Islam
1.      Umat muslim berpedoman Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah,senantiasa berpegang teguh kepada keduanya. Maka dengan bersikap demikianlah kita tidak akan menjadi tersesat dari jalan lurus,yang Allah SWT telah bentangkan bagi orang-orang beriman,dan meyakini kebenaran ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw.Untuk membawa umat muslim dari keselamatan dan kebahagiaan didunia dan akhirat.
2.      Masyarakat Islam di bangun atas dasar prinsip-prinsip keimanan dan akhlakul karimah.Karena itu,perwujudan nilai-nilai Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari sangat ditekankan dalam pandangan hidup islami. Hal ini menjadi kerangka berpikir yang jelas bahwa menjadi seorang muslim yang kaffah mensyaratkan suatu bukti,yaitu bahwa keimanannya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata, baik secara personal (kesalehan individual) maupun dalam interaksinya dengan kehidupan masyarakat luas (kesalehan sosial).
3.      Kesadaran memiliki dedikasi yang tinggi terhadap perjuangan kemanusiaan (jihad fi sabilillah)dan kesadaran seorang muslim yang berkewajiban untuk memiliki misi mendidik seluruh umat manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah dalam surat Ali Imran: 110, bahwasanya umat Islam adalah khaira ummah atau umat yang terbaik.
4.      Membangun ukhuwah Islamiyah,yang harus dibangun adalah kesadaran bahwa umat Islam saat ini ditengah dalam kondisi terpuruk,oleh karenanya umat Islam harus berupaya menegakkan  Islam kembali. Maka dibutuhkannya persatuan dan persaudaraan dikalangan umat Islam. Tentu saja bahwa selalu ada perbedaan diantara kaum muslimin, baik itu suku, negara, mazhab dll, namun hendaklah kita bekerjasama dalam hal yang disepakati dalam hal perbedaan tersebut.Jadi tidak adanya masalah perdebatan dan menjatuhkan antar sesama umat muslim sendiri.
  
C. Penyebab Rendahnya Kondisi Religious Muslim Indonesia  
 1. Masih rendahnya umat muslim tentang pemahaman terhadap ajaran Islam.
 2. Dampak dari pergaulan bebas yang mempengaruhi generasi mudah sekarang,sehingga menjadikan akhlak mereka pun kurang baik
 3. Lemahnya semangat atau belum tumbuhnya kesadaran untuk menjalankan rukun Islam secara maksimal.Kesadaran rasionalnya,masih terbelenggu oleh emosionalitas personal yang cenderung malas, cepat bosan, kurang disiplin, tidak memliki visi hidup yang lebih baik dan sebagainya.
4. Pengaruh budaya global yang cenderung mengedepankan gaya hidup materialis, hedonis, instant,dan sebagainya.Ketiga faktor ini, secara simultan menjadikan kepribadian umat compang-camping.
Demikian juga dalam kehidupan sosial, kita masih dihadapkan pada berbagai persoalan umat, seperti; kemiskinan dan keterbelakangan yang masih menjerat sebagian besar umat Islam, hubungan antar aliran keagamaan yang kurang sehat, klaim kebenaran (truth claim) dari salah satu aliran keagamaan tertentu, lemahnya tatanan ekonomi dan sosio-budaya umat Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulisan yang sering dibaca...

Template developed by Confluent Forms LLC; more resources at BlogXpertise